Segitiga Matahari

July 15, 2014 Samuel Yudhistira
Di bulan puasa ini gue merayakan hari jadi pertemuan dengan orang-orang yang sekarang hadir terus di dalam kehidupan gue pribadi.


Berawal di sebuah taman kota, ke proses penciptaan karya, berlanjut ke studio kecil, menuju ke jenjang lebih serius, mental bercanda membuat semua nampak abu-abu, ketika seorang laki-laki tak ingin kehilangan rasa percaya diri dan pemujanya,semua berakhir dengan menertawakan masa-masa itu.

Matahari melambangkan kekuatan,kebijaksanaan,dan merupakan perlambang harapan yang muncul di pagi hari ketika hari dimulai.

Ketika matahari terbit kita memanjatkan harapan akan hari yang lebih baik dari kemarin.

Muncul 3 matahari yang saling menaklukkan di era informatika ini ketika jarak tidak lagi menjadi penghalang. Pantulan wajah di balik layar, suara yang datang dari headphone, dan obrolan hangat dapat menjadi pengganti kehadiran walau sesaat.

Setidaknya aku tetap tampak menarik di matamu.

Lagu lama yang menjadi senjata, suara yang tidak lebih baik dari Bob Dylan, petikan-petikan gaib senar nilon, dan koneksi internet menjadi modal awal aku memenangkan pertempuran.

Ingin terlihat seperti mata-mata era Perang Dingin. Terlihat dingin di keramaian tetapi beringas di balik layar. I only move in the shadow. Bicara hal-hal besar dari mulut berbau alkohol pinggir jalan dan rokok yang entah datang dari mana.

Kita tidak bicara cinta.

Aku yang datang menjemput ketika dirimu ternyata berbalik mengejarku. Aku sembunyi di balik ketakutanku mencoba melawan dengan segala cara. Tersudut, melempar benda apapun yang ada di sekitarku,menjerit,mencari celah untuk melarikan diri tanpa terlihat seperti pengecut.

                                                          ***

Para Matahari Menemukan Orbitnya

Sembunyi di balik ruang sempit yang tidak terjamah sinar Matahari. Merasa belum siap untuk kalah dari pertempuran yang tak bisa dimenangkan tak akan pernah ku akui kekalahan memalukan ini. Ketika dua matahari menjauh dan menemukan orbitnya masing-masing aku tetap berbangga dengan senyuman bodoh dan tingkah liar yang dibuat-buat tanpa kesengajaan.

Kisah yang berakhir tragis.

Pada akhirnya aku hanya bisa berlagak hebat, membusungkan dada yang penuh penyesalan, berkata bahwa semua itu sia-sia dengan bibir yang bergetar menahan malu, dan ketika aku tahu fakta bahwa semua orang menertawakan kisah ini mungkin sepucuk pistol atau racun serangga bisa menjadi teman yang baik.

Yah, kira-kira begitulah kisah bodoh ini.

Absurd? Gak jelas? Aneh? Memang kisah ini sengaja dibuat tak karuan. Sebuah kisah yang lumrah dialami semua orang. Tak terkecuali gue.