Surat Untuk Diriku (Bagian Kedua)

July 31, 2016 Samuel Yudhistira
Jakarta, 31 Juli 2016


Perubahan besar-besaran terjadi dalam kehidupan. Tidak bisa dihindari hanya bisa dihadapi. Waow, tantangan yang muncul di depan masih abu-abu. Sekarang waktunya mengejar dan mewujudkan mimpi gue dan teman-teman. Iyah, ini adalah mimpi kita bersama bukan cuma milik gue seorang. Singkirkan semua ego,sifat oportunis,dan amarah. Untuk sejenak gue merasa begitu tenang. Selagi tenang mari pacu lagi kecepatan. Please, don't slow me down if I'm going too fast. Teringat salah satu tulisan tentang kehidupan yang digencet sengsara. Sekarang saya mengalaminya. Entah sudah berlalu atau bisa kambuh kapan saja dia mau tergantung isi kepala ini saja.

Haruskah saya menyerah? 

Tergeletak tak bernafsu menunggu ajal yang bisa mampir kapanpun dalam sepi maupun ramai.

Sudah cukup dengan ide. Sekarang waktunya merealisasikan ide tersebut. Jangan pernah puas dengan ide. Inovasi dan inovasi dan inovasi. Hidup ini dinamis bukan stagnan dalam satu posisi nyaman. Halah, kebanyakan tidur juga gak bagus buat kesehatan. 

Teman dalam kepalaku, maaf, bukan waktunya engkau bicara tentang derita dunia. Saya senang berbagi denganmu, sungguh, saya senang engkau menemani tanpa mengkhianati. Entah engkau berwujud atau tidak tapi setidaknya ruang-ruang kosong yang diabaikan sekarang sudah terisi.

Saya mau lihat dunia. Seberangi lautan luas sana. Menyentuh daratan yang tak terjamah sebelumnya. Hilang dari peradaban omong kosong ini. 

Hai diriku, sekarang saatnya bangun. Cuci mukamu! Biarkan segar sesaat sudah cukup untuk menambah energi kebahagiaan. Diriku, engkau butuh itu. Bersyukur kau masih berjiwa.Asap-asap penuh racun pembunuh bersarang membangun benteng penyakit dalam tubuh dan darahmu.

Diriku, tetap hidup. Warnai dunia ini. Karena esok akan terasa kosong dan enggan datang jika engkau tidak hadir. 

Gentlemen, start your engines.

Pacu adrenalin hingga keceparan maksimal hingga tak terlihat oleh mata telanjang manusia mainstream. Life won't wait. Clock's ticking. Destiny, here I am.

, , , , , , , , ,

Belle and Sebastian - The Life Pursuit (2006)

July 25, 2016 Samuel Yudhistira
Untuk yang kedua kalinya gue membahas salah satu album dari band favorit gue: Belle and Sebastian. Setelah sebelumnya gue membahas tentang album mereka "If You're Feeling Sinister" di sini, sekarang gue membahas tentang album ketujuh mereka yang rilis di tahun 2006. Judul album ini "The Life Pursuit" sebuah album yang cukup sukses dan mendapat respon positif dari pengamat maupun pendengar.




Why do I love this album?

Album ini buat gue macam pencerahan karena banyak membahas soal kehidupan pada umumnya dan juga anehnya sinkron dengan beberapa hal yang sudah gue alami sebelumnya. Semacam berkaca dalam nada.

Masih terkesan twee tapi tetep menonjolkan sisi yang menimbulkan kesan kuat dalam lirik yang sebagian besar ditulis oleh si jenius Stuart Murdoch. Album ini juga membahas sisi religi seseorang dan digambarkan dengan sangat cerdas menggunakan bahasa yang simpel. Gue suka kedua part dari lagu "Act of the Apostle " dan "Act of the Apostle II" karena buat gue kedua lagu ini mewakili setiap pergumulan anak-anak muda tentang religi dan hubungan yang sifatnya ke-Tuhan-an.

"The bible's my tool
There's no mention of school!
My Damascan Road's my transistor radio
I tune in at night when my mum and my dad start to fight
I put on my headphones"

Di lagu "Another Sunny Day" gue suka suara gitar di intro awal. A perfect song for summer in my opinion. Lagu "White Collar Boy","The Blues are Still Blue","Sukie in the Graveyard" masih menunjukkan kejeniusan mereka mengkomposisikan musik pop di ambang batas terjauh. twee and jangle masih sangat terciri di album ini.

 "We Are the Sleepyheads" merupakan salah satu lagu favorit gue di album ini waktu pertama dengerin album ini di jaman-jaman kuliah dulu. Gue suka intronya sama bagian chorusnya dan betapa ramainya musik di lagu ini. Gue suka salah satu penggalan liriknya juga.


The beauty of the moment is the beauty sadly lost
Sadly lost


"To Be Myself Completely" sebagai bocoran adalah salah satu inspirasi gue ketika menulis lagu yang temanya gajauh beda dengan tema lagu ini. What do I love the most about this sing is the lyrics. They tuned in and synchronized with all the sudden sorrow happened in my life.

Well my heart has fallen down
Thought I'd talked myself around
Though we say goodbye and wonder 
What's to know and who's to blame
But to be myself completely I will love you just the same

Well, di lagu ini sih seperti ada yang mengalah.

"Funny Little Frog" yang merupakan single pertama dari album ini merupakan salah satu lagu yang bener-bener canggih sepanjang masa pendengaran kuping gue. Gue suka banget lagu ini. Riang,gembira,tapi di satu sisi agak-agak dark dan gloomy juga di beberapa bagian lirik. Hal ini semakin diperkuat ketika gue melihat video klip lagu ini di internet. Mungkin memang banyak orang mengartikan lagu ini secara berbeda tapi buat gue lagi ini kya tentang seseorang yang berfantasi tentang wanita impiannya. Yeah, that kind of thing-lah.
Mungkin di album ini yang jadi favorit gue adalah lagu "Dress Up in You", yap lagu ini sungguh teramat gimana-gituh buat gue. I love it. Tentang teman yang dulu biasa tiba-tiba sekarang jadi superstar dan kita tetap di posisi biasa aja. Sebenarnya kalo dipikir-pikir lagu ini kya ngedumel sih tapi caranya teramat canggih dengan lagu ini. A lovely piece of music.


Blow up in the face of my rivals
I swear and I rant, I make quite an arrival
The men are surprised by the language
They act so discreet, they are hypocrites so fuck them too!

Sebuah album yang luar biasa dari band asal Skotlandia ini. Lagu-lagu ditulis dan dinyanyikan dengan cara yang tidak biasa untuk tolak ukur musik pop. Belle and Sebastian memang adalah produk budaya Do-It-Yourself punk kemudian menjelma dalam bentuk kultur musik pop yang teramat "aneh".

Mengutip dari Pitchfork: "...this record is a deceptively wry, wickedly tuneful testament to the fragile beauty of faith..."

Kesimpulan tentang "The Life Pursuit" kembali datang dari sumber yang sama mengenai album luar biasa ini:

"The Life Pursuit is a baroque pop cathedral, welcoming the faithful and newly converted alike."-PITCHFORK-

picture source
https://s-media-cache-ak0.pinimg.com/736x/80/78/65/80786525e19ddc7f51bf271e4b3e7ea0.jpg

Surat Untuk Diriku (bagian pertama)

July 22, 2016 Samuel Yudhistira
Jakarta, 22/7/2016

Semalam gue berbincang tentang topik paling pasaran dan paling murah yang kerap muncul di kepala setiap anak bocah yang sedang tumbuh dewasa: BUNUH DIRI.

Buat gue it's not a stupid thing. Bukannya mendukung setiap tindakan bunuh diri tapi kalo buat gue yasudah itu adalah hak setiap manusia toh. Each man for himself. Lagian kebanyakan yang bilang bunuh diri itu bodoh ujung-ujungnya mau mencoba... yah minimal kepikiranlah..

Killing yourself to live.

Bukan lagunya Black Sabbath... Tapi statement kalo lo mati lo bakal terus hidup tanpa pernah jadi tua. Secara raga mungkin kita nihil tapi kita abadi dalam kenangan baik maupun buruk. Selagi banyak kenangan baik lebih baik akhiri sekarang daripada menciptakan keburukan-keburukan lain.

Statement bagus...buat orang-orang tertentu.

"There's beauty in people's fucked up lives." (Kurt Cobain)


Kurt committed suicide in 1994. Yah disertai dengan kecanduan berat heroin dan penyakit perut langka dan yah perasaan tertekan karena ketenaran Nirvana.

Entahlah saya juga sulit menerima logika bunuh diri dari setiap orang dan juga sulit menerima logika menolak bunuh diri. Saya berdiri di antara dua paham.

Life is worthless. The World doesn't deserve me.

Sepertinya semua hanya ilusi. Serius deh... Gue ngebayangin kalo gue mati trus ngapain yah. Lahir kembali sebagai penjahat paling ngeri sepanjang masa ato jadi orang paling suci yang tidak tersentuh oleh keduniaan ato jadi orang paling kaya yang sanggup beli gunung.. I don't know man teori reinkarnasi terlalu muluk-muluk sepertinya.

Saya tidak bisa percaya apapun dan siapapun sekarang. Put your trust in a man or woman then he/she will fuck up your life. I believe in... Gatau deh. Jangan bicara teologi karena percuma sepertinya bicara hal-hal seperti itu di waktu seperti ini.

Sacrifice...bicara pengorbanan...Pada akhirnya pengorbanan sembunyi di balik kebohongan. Beruntung orang-orang lain dan terkutuklah saya.

Tertawa itu kya drugs. It cures for a while. Kesedihan itu racun. Sekali tenggak nyawa melayang.

Saya tidak terbayang menjadi tua dan lamban. Saya ingin abadi. Abadi dalam setiap memori orang-orang yang pernah dekat dengan saya. Saya adalah masa lalu. Dosa tak terampuni yang akan menghantui diri mereka masing-masing.

Entah apa yang gue tulis ini. Bagian dari membuang perasaan tertekan dan depresi tingkat menengah karena buat gue hidup gue sudah hampir gagal. I'm not a quitter. Anggap saja saya ambil jalan pintas menjadi abadi dan mengurangi resiko akan bertambahnya keburukan. Tangan saya bersih. Hidup saya bebas. Jadilah seperti demikian.

Happy now? :)