Buah dari kesabaranmu adalah lebih banyak lagi bencana yang membuatmu kebal terhadap derita. Kemarin kamu berharap bisa terjun bebas dari antah berantah menuju kehampaan abadi.
Hari ini kamu kembali membaca pertanda dan tetap mengejar kuasa.
Besok kamu akan tetap terjebak dalam fantasi hura-hura, lusa kamu akan menangis melihat angka.
Syahdan, duduklah sang Raja Shaman di tengah lingkaran orang-orang yang menjadi pengikutnya dan mulailah beliau bercerita tentang obat untuk lari dari derita. Beli satu gratis satu! Beli dua gratis tiga! Semua akan pulih dan jika sakit berlanjut maka sebaiknya kamu berdiri di depan cermin maka akan terpantul sumber masalah sebenarnya.
Kalau di-translate pakai bahasa England semua nampak begitu cerdas dan nyata. Kemampuan berbahasa nyatanya masih menjadi komoditi berbasis kelas dan menjadi saringan bagi mereka yang melempar peruntungan cinta dan nafsu di dunia maya. Sekedar lempar pick up line kembali kondom. Kadang postinor...mungkin saja spiral. Di sebuah sudut kamar kosan overpriced di Jakarta Selatan ada yang menangis histeris melihat dua garis menyala di atas alat uji. Puluhan missed call dari dia yang 'tercinta' telah membuktikan bahwa cinta sudah mengalami modifikasi abal-abal. Tangis berubah menjadi amarah dan amarah berubah menjadi nafsu untuk membunuh. Bahkan pembunuhan menjadi perang suci yang dipengaruhi kondisi moneter dan geopolitik Asia Timur Raya.
Satu hidup dipaksa hilang dari dunia! Satu jiwa dipaksa lenyap tanpa ingatan! Bukankah microorganism juga makhluk? Lalu kita ini siapa? Apakah kita berhak merasakan kenikmatan tanpa pikir konsekuensi?
Rejoice, O young man, in your youth, and let your heart cheer you in the days of your youth. Walk in the ways of your heart and the sight of your eyes. But know that for all these things God will bring you into judgment.
Untuk kita yang mengutuki Marconi karena hak paten adalah penentu, hal-hal semacam ini tidaklah sulit untuk dilakukan. Who are we to judge?
Apakah kita yang bertanya dianggap sebagai pengadil hidup? Standarisasi macam apa itu?
Taman Suropati, Jakarta Pusat, 01:27
Saya ingat kamu duduk di atas tanah dan menolak duduk di kursi taman dengan alasan bosan. Saya tahu kamu ingin menyatu dengan alam kota Jakarta yang tidak seberapa. Seorang pemain biola berbaju lusuh terus berlatih entah buat siapa, pedagang asongan bergosip, aparat mengantuk, dan dua jiwa ini masih betah berbincang tentang hidup. Tak ada sedikitpun rasa ingin beranjak pulang ke peraduan walau malam sudah larut.
Ruang alternatif! Kita tuh dari tadi bicara soal ruang! Tapi kita gak bicara soal pameran seni yahhh...kita bicara tentang manusia. Bukankah masing-masing manusia itu unik? Tidak ada versi lain dari diri kita selain diri kita sendiri. Berarti....kita tuh karya seni! Ya gak sih? Lalu kenapa kita terus-menerus memajang diri kita di ruang konvensional? Bukannya kita bisa yah majang diri kita di tempat lain? Yang kita omongin tuh yaa tentang ruang. Kamu sama aku sekarang berbagi ruang. Sekarang kita saling apresiasi diri kita di ruang alternatif yang kita bagi berdua. Mungkin kayak kolaborasi. Iya gak sih?
Lalu dia memejamkan mata. Kakinya tersilang, kepalanya menghadap ke langit gelap penuh polusi cahaya. Entah sedang tunggu wangsit atau memang mengantuk. Sebuah pemandangan extraterrestrial. Bicara soal ruang alternatif di kota di mana kepadatan penduduk menjadi masalah cukup serius. Kadang saya rindu percakapan utopis di antara kita berdua. Hanya kita berdua yang mengerti.
Apa sih yang lebih urban dari beli hamburger take away, makan di taman, terus pusing mikirin tagihan? Hehehe...
Saya berharap suatu hari nanti kamu akan bercerita kepada anak perempuanmu tentang seorang lelaki yang hanya lewat sekejap membuatmu sadar kalau hidup itu hanya sebentar dan jangan buang-buang waktu untuk hal tidak penting dan tidak pantas untuk dirimu.
GAK! Gaada isitilah indah-indah untuk menggambarkan perjalanan hidup saya dan mereka. Sebagian besar memori sudah hilang dari ingatan. Semua sudah dimaafkan karena kita pernah sama-sama gila. Tapi saya masih hidup! Kami menolak untuk mati hari ini.
Saking gabutnya malah sempat buat nulis..hehe...
Beberapa hari silam saya berhasil mengembalikan beberapa negatif film yang saya pikir sudah hilang. Saya coba scan kembali dan menemukan begitu banyak kenangan dengan orang-orang yang pernah baik dan mesra kepada saya. Masing-masing gambar punya ceritanya sendiri. Sekilas saya serasa kembali ke masa-masa itu. Ketika seorang anak muda penuh rasa ingin tahu berani mencoba berbagai hal tanpa pikir konsekuensi.
MATAHARIII!!
MATAHARIIIII!!
DENGEKEUN AING!
***
Kalau nangis jangan ngajak-ngajak! Sana nangis sendirian aja!
Maka menangislah dirimu sendirian di sudut paling menyenangkan di kota Jakarta. Sejenak kota ini kembali menyenangkan. Sementara saja. Sementara saja kita nikmati lara dan gelisah ini. Sepertinya tubuh ini juga sudah terbiasa dihantam badai. Semua akan baik-baik saja.
Gelembung-gelelmbung darah timbul dari balik kulit yang terkoyak. Tak ada rasa sakit. Perlahan matamu mulai basah dan air mata mengalir deras tak bisa ditahan lagi. Merinding...kau gores kembali lubang di pergelangan tanganmu. Silet keadilan mencoba memutus urat nadi agar tenang hidupmu.
Nyawa itu harganya murah, pak! People die everyday. Apa istimewanya matimu? Apakah karena dirimu sendiri yang memutuskan untuk mati maka matimu istimewa? Mungkin di sudut lain di bumi ini ada orang-orang yang berpikiran sama dengan dirimu. Mereka yang mencoba untuk menyelesaikan derita di dalam setiap tarikan nafas. Setiap langkah penuh rasa sakit. Kamu yang sehat, pintar, muda, bahagia mengapa memilih mati?
Sudah berapa kali saya berkata bahwa "setan" dalam kepala ini sudah merenggut berbagai hal dalam hidup saya. Dulu dengan gagah beraninya saya melawan mereka. Uang, waktu, dan tenaga nampaknya masih banyak untuk membantu perlawanan. Saya frustrasi, lelah, dan khawatir kalau saya harus hidup selamanya dengan mereka yang tidak terlihat di dalam kepala saya.
***
Bosen gak sih lo bahas hal-hal yang sama berulang kali? Toh semua solusi yang ditawarkan juga lo tolak mentah-mentah tanpa mau mencoba terlebih dahulu. Mungkin ego lo terlalu tinggi! Merasa kepinteran sampai semua orang lo anggap goblog. Kenapa sih harus dapat sifat-sifat turunan yang negatif? Hhhh..Akan tiba masanya ketika semua teman-teman yang tadinya bersemangat mendengarkan cerita lo bosen denger cerita yang sama lagi. Gak sekali dua kali, kawan! Notulennya juga sudah menyerah untuk menuliskan intisari cerita...
Sudah sejak lama saya bisa mencium aroma "the end" dan beberapa hari ini semakin tajam baunya. Mungkin sebentar lagi saya sampai di garis akhir. Dunia akan bersorak-sorai ketika saya dieliminasi dari dunia ini. hehe...
Kalau kamu pikir pintu besi berwarna merah itu akan membawamu ke tempat yang benar-benar kamu inginkan bersama dengan orang-orang yang memang sangat kamu sayangi maka pilihanmu sudah sangat tepat untuk mendorong pintu besi berwarna merah tersebut.
Wussh!
Lihat! Wajah-wajah manis yang kau kenal sudah menunggu di meja.
"Lama banget sih lo!"
"Wuidih! Ni dia nih yang ditunggu-tunggu."
"Bentar yee, gue pesen dulu."
Percakapan terus berjalan, energi tawa terus diumbar, dan suasana kian hangat ketika nada-nada kurang indah tapi menawan mulai dimainkan. Kamu mungkin tidak sadar kalau momen-momen ajaib tersebut akan menjadi bagian penting dari dirimu. Dimulailah pertukaran informasi kehidupan. Semua nampak hening menyimak ketika salah satu dari kalian memulai pembicaraan. Mulai dari kantor hingga roh gentayangan, sepak bola hingga kuasa, dan isu-isu aktual seputar kehidupan virtual yang sedang ramai dibahas.
Semua berawal dari keresahan. Ya! Keresahan seorang manusia terhadap aturan, keresahan manusia tentang kuasa yang diberikan oleh manusia lain untuk bisa sangat mengganggu kestabilan warga bumi. Lagipula semua dibahas secara santai tanpa perlu perlakuan khusus. Bukankah sebaiknya semua hal yang rumit itu diselesaikan secara kekeluargaan?
Malam semakin terkikis oleh percakapan yang terjadi di antara mereka semua. Tiada satupun dari mereka hendak beranjak untuk kembali pulang. Semuanya masih sangat menginginkan percakapan terus berlanjut. Sampai kapan? Entahlah. Mungkin sampai salah satu di antara mereka memutuskan untuk pulang, sampai semua yang hadir kehabisan rokok, sampai pemilik tempat mengusir pulang, atau mungkin sampai matahari baru terbit kembali.
Tak banyak orang duduk hari ini. Kalaupun ada mereka semua sibuk menatap layarnya masing-masing. Setiap kali pintu merah terbuka semua mata langsung tertuju pada sosok yang baru saja membuka pintu tersebut untuk masuk atau keluar. Maklumlah, suaranya cukup kencang sehingga mampu menarik perhatian mereka yang ada di dalam. Sayup-sayup terdengar musik yang sangat familiar di telinga. Ingin rasanya kau memejamkan mata, mengangkat kedua tangan, dan bersenandung gila:
Oh, it feels like none of this is real
I pretend that my heart and my head are well
But if the blood pumping through my veins could freeze like a river in Toronto,
Then I'd be pleased
You said I made you feel warm, said I made you feel warm inside
How many nights of talking in hotel room can you take? Tenderly you tell me about the saddest book you ever read, it always makes you cry. Life outside the diamond is a wrench, isn't it? You know me, I always cry at endings. Whenever I reach the last page of the book I feel like I've been through someone's magnificent mind. It makes me like a part of the writers.
Sebagian pergi kanan, sebagian pergi kiri, dan tak ada satupun yang tinggal di tempat. Masing-masing pulang ke rumahnya dengan ide segar baru dan semangat yang kembali meninggi karena memang sewajarnya percakapan kita bertujuan untuk memberantas rasa gundah gulana. Make something pretty while you can! Kita semua sepakat untuk kembali menjadi bahagia selamanya sampai pada akhirnya kita tiba di dalam ruang kamar masing-masing dan semua rencana menguap begitu saja. Mungkin terpaan angin malam, debu, dan karbon monoksida di jalan membuat pikiran kita menjadi gamang kembali tentang kemampuan kita masing-masing.
Karena suatu hari nanti dirimu akan terbang melayang di atas awan dan mendarat di sebuah negeri yang asing di mata dan telinga. Semua nampak baik-baik saja sampai dirimu tiba di satu titik dalam hidupmu di mana hanya ada kesunyian belaka.
"Kadang gue cuman pengen hidup tenang gak ada gangguan sama sekali. Kadang gue cuman pengen hidup di tempat terpencil sendirian gak ada orang lain. Bukankah kalau kita mati nanti juga kita bakalan sendiri? Kalau lo pikir hidup gue hancur lebur, tunggu sampai lo dengar dan lihat sendiri betapa hal-hal yang terjadi dalam hidup gue gak ada apa-apanya dibanding mereka,"
Mari kita tampilkan realita...segala kejenuhan dan juga kehancuran kita buat indah kembali.
Percakapan ditutup dengan doa akan segala kemakmuran dan kejayaan. Pintu besi berwarna merah kembali berdecit dan dalam sekejab ruangan menjadi kosong dan hampa. Suara-suara yang tadinya ramai mengisi ruang telah pergi ke arah utara.
Mari bawa dua mangkok mengebul panas tersebut ke hadapan para hakim sebagai saksi bahwa pada malam hari itu kita berdua adalah manusia-manusia paling bahagia di seluruh dunia.
Sebuah cita-cita luhur dua insan yang sedang dibuat mabuk oleh candu kehidupan yang dinamakan nafsu. Iyah, nafsu untuk menjadi yang paling bahagia di muka bumi ini ternyata mampu untuk membunuh diri kita juga.
Lalu duduklah kita berdua di teras rumah. Mulailah dirimu bersabda tentang betapa menyenangkannya menciptakan kenangan-kenangan baru dengan orang-orang yang baru.
Ada satu jiwa di Yogyakarta menanti dirimu untuk kembali menjadi manusia seutuhnya. Ada satu jiwa di Yogyakarta menantikan dirimu untuk kembali berbahagia dan tetap melawan rasa sakit di dalam tubuhmu. Ada satu jiwa di Yogyakarta yang tidak pernah berhenti untuk memberikan semangat pada dirimu yang sudah renta didera kejamnya kehidupan.
Mari kita mengaku kalau kita tidak baik-baik saja. Bukan karena terpaksa tetapi karena memang begitu adanya. Menjadi manusia rapuh seutuhnya adalah salah satu cara untuk menjadi manusia sempurna.
Kembali kita berkelahi dengan diri kita sendiri. Masing-masing di dalam kepalanya saling berkelahi dengan ide-ide tentang keabadian. Kesunyian itu indah! Kesendirian adalah pilihan! Selama angka menjadi raja, selama itulah kita akan tetap setia menulis cerita tentang dia yang tidak bisa pulang ke rumah.
Mie ayam adalah saksi kita berdua!
Jangan terlalu "ledeh" dan jangan terlalu keras! Biarkan kuah kaldu membanjiri mangkuk kita berdua. Melihat mie dan ayam berenang di dalam mangkuk sudah cukup untuk membuat kita bahagia. Di atas bumi dan di bawah kolong langit tidak ada satupun yang mampu memisahkan kita berdua dan kecanduan kita akan mie ayam.
Jangan pernah kamu bicara tentang cinta jika kamu masih membenci dirimu sendiri!
Di sebuah sudut favorit kita berdua di sisi paling timur kota Jakarta kita berdua duduk berhadapan dan bicara tentang perpisahan abadi yang kita berdua sudah pernah lalui. Teman yang meninggal, orangtua yang meninggal, tetangga meninggal, saudara meninggal, satu orang ditemukan tak bernyawa tanpa identitas. Mulailah kita berhitung. Sudah satu lusin lebih teman-teman yang pergi duluan ke negeri orang-orang keren!
Mie ayam adalah saksi kita!
Semua sudah lunas dibayar dengan darah. Rasa sakit adalah seni.
..."love your enemies and pray for those who persecute you,"
Bagaimana? Sudah tenang? Masihkah dirimu menangis seorang diri di kamarmu? Kegundahan dan keresahan merasuki pikiranmu. Dunia yang tadinya penuh warna berubah menjadi hitam tanpa putih. Gairah atas hidup sudah sangat memudar. Mari kita pulihkan semua duka dengan semangkuk panas mie ayam. Mie ayam adalah kunci kebahagiaan manusia.
Mie ayam adalah saksi kita!
Selama hidup adalah matematika maka dunia akan baik-baik saja. Kita semua adalah raja berhitung! Segan rasanya diri ini untuk mengajakmu kembali menikmati manisnya derita dan pahitnya bahagia.
Pada suatu malam yang sangat cerah di sebuah parkiran mobil kita bicara tentang kebohongan besar tercipta demi menjaga nama baik keluarga. Betapa banyak dari kita yang menganggap remeh dosa dan saking biasanya, kita semua merasa semua itu adalah biasa saja. Terkadang saya masih ingin mengulang hal-hal remeh yang terjadi dalam hidup.
I can't stand it to think my life is going so fast and I'm not really living it.
Isn't it pretty to think so?
It is awfully easy to be hard-boiled about everything in the daytime, but at night it is another thing.
Don't you ever get the feeling that all your life is going by and you're not taking advantage of it? Do you realize you've lived nearly half the time you have to live already?
Di dalam kegelapan kita melihat cahaya dan di dalam kebisingan lahirlah ketenangan. Jadilah gelap dan jadilah terang. Suatu hari nanti entah kapan dan entah di mana, saya yakin kita akan bertemu lagi ketika semua sudah dimaafkan dan langit malam sedang cerah penuh cahaya bulan. Kisah tentang jalanan lurus yang tak kunjung habis, parkiran mobil di malam hari, atap sebuah gedung tempat kita berpesta, dan juga trotoar jalan saksi bisu berbagai peristiwa kebudayaan terjadi akan tertulis secara rapi dan penuh makna. Entah kapan...entah di mana...tapi saya yakin kita semua akan kembali di titik awal perjalanan ini.
Dan ketika itu terjadi...saya harap semua akan baik-baik saja.
Mangkuk-mangkuk kosong mendengarkan cerita tentang kita yang larut dalam keriaan penuh kepalsuan. Malam mulai tenggelam, gelap mulai hilang, dan suara-suara kehidupan mulai muncul memenuhi telinga kita.
Sudah waktunya kita pulang ke peraduan.
Selamat tinggal, kawan! Nanti saya akan ketemu kamu lagi di rumahmu.
Beberapa duduk tidak tenang...gelisah...Beberapa sedang memanjatkan doa ke Tuhan dengan nama dan cara yang berbeda...Banyak yang merokok...Sebagian berusaha melontarkan candaan tetapi tetap tidak mampu untuk menyembunyikan ketakutan di balik setiap canda.
Mesin-mesin kota berbunyi terus. Lampu-lampu jalan terus menyala, berusaha untuk menghidupkan kota yang tetap harus hidup walau dipaksa untuk mati. Sebagian besar penghuni kota ini masih punya nyawa tapi sudah hilang jiwanya ditelan obsesi. Obsesi untuk menjadi sama dan sederajat dengan mesin-mesin kota. Semua orang sibuk di dalam pikirannya masing-masing. Mereka tenggelam dalam lamunan. Rutinitas untuk bisa selamat menjadi sesuatu yang wajib dimiliki setiap orang di era sekarang ini.
Besides keeping themselves occupied with activities there is always a nagging fear of uncertainty: What will happen? You can hardly sleep that night cause you’re nervous, you’re doing something that most people would walk away from. You know the storm is coming. I was shaking so badly I could not light a cigarette. All kinds of stuff crosses your mind. It’s kind of hard to summarize it, because it can be a variety of things, and thoughts can come on as sort of quick flashes too. These can be totally random, and sometimes just plain odd. We became ghosts.
Semua menantikan perubahan tetapi tidak siap dengan konsekuensi perubahan tersebut. Mungkin mereka hanya jengah sesaat dan berharap perubahan akan membawa kemudahan bagi mereka. Tetapi mungkin tidak, pada dasarnya setiap perubahan sudah mempunyai target kepuasan konsumen masing-masing. Sehingga alangkah tidak bijaknya kita berharap pada perubahan yang dijanjikan. Kembali pada rumusan bahwa setiap hal sudah ditentukan jauh sebelum hal tersebut menjadi nyata. Di dalam keabstrakan warna dan kebijaksanaan dalam setiap aksara kita dibuat terbang tinggi menuju entah apa namanya.
Malam sebelum pertunjukan!
Sesaat lagi kita akan menjadi bagian dari sebuah peristiwa budaya kecil di mana semua lakon akan menceritakan betapa bosannya keseharian kita dan betapa keseharian sedang diperjualbelikan demi menghibur masyarakat. Kita sudah terlalu terpukau dengan mereka yang mengambil keuntungan dari cerita-cerita sedih. Internet membuka mata masyarakat tentang betapa menyedihkan negara ini tetapi juga internet membuka celah bagi mereka yang kehilangan fondasi kehidupannya untuk beraspirasi terhadap ketidakadilan sambil melakukan pelanggaran berat terhadap keadilan tersebut.
Kegelisahan datang merasuki kepalamu. Di dalamnya sudah terlampau banyak masalah kehidupan sehingga kau mungkin sudah tidak tahan. Matamu beku menatap langit-langit kamarmu. Kosong.
Tumpukan puntung rokok di asbak menjadi saksi bisu betapa engkau menginginkan hari esok tidak perlu datang. Jantungmu berdegup kencang dan keringat meluncur deras dari kepala hingga kakimu. Dingin yang kau rasakan bukan karena suhu di kamarmu tetapi tubuhmu terus memaksakan dirinya menjadi dingin ketika hal yang paling kau butuhkan adalah kehangatan. Tubuhmu tidak bisa lagi merasakan apapun. Kepalamu penuh terisi dengan propaganda kebahagiaan yang entah betul atau tidak.Apakah kehidupan akan jauh lebih baik ketika kita dipaksa untuk menjadi tidak nyata? Apalah artinya bagi dunia jika satu orang tidak penting ini menghilang begitu saja?
Jika memang dunia ini diciptakan untuk kita semua lalu mengapa banyak yang beigtu tersiksa menjalani kehidupan di dunia? Apakah kita semua ini adalah hasil pertempuran antara kebaikan dan kejahatan? Bukankah nilai-nilai yang sudah ditanamkan dalam diri kita sejak kita lahir ini seharusnya melahirkan buah-buah kebajikan? Lalu mengapa derita yang kita tuai?
Besok adalah hari besar!
Kembali kau merenungkan tentang masa muda dan dunia ketika semuanya baik-baik saja. Betapa menyenangkan masa mudamu dan betapa kesulitan dengan begitu mudah bisa ditaklukkan. Nongkrong, bicara tentang musik dan film, menikmati udara yang tidak terlalu segar, semua bercanda, semua bahagia, memulai karir dengan penuh semangat, dan pada akhirnya satu per satu menghilang ditelan bumi.
Pikiranmu kembali melayang mengingat hal-hal buruk yang terlah kau perbuat dan bagaimana rasanya terhukum abadi akibat apa yang telah engkau perbuat. Bukankah kita seharusnya telah ditebus dosanya dengan darah? Apakah layak dirimu ditebus? Layakkah dirimu diselamatkan? Bukankah besok seharusnya engkau akan kembali menghadap DIA yang menciptakan dirimu dan siap merangkul dirimu ke sebuah tempat di mana derita dan beban dunia tidak lagi berlaku? Seharusnya bahagia dirimu.
Ada yang pernah berkata bahwa surga dan neraka hanyalah sebuah konsep. Kita adalah makhluk yang mampu menentukan di mana surga dan neraka kita. Pilihan ada di tanganmu. Surga dan neraka dapat kau nikmati selagi kau hidup karena setelah kau mati tidak ada lagi pilihan. Semua akan berhitung tentang betapa baiknya diri mereka ketika mereka masih bernapas di dunia.
Kau mulai mengutuki dirimu sendiri. Berharapa kalau besok tiba-tiba kiamat datang. Berharap bahwa besok sebuah asteroid besar menabrak Bumi dan semua yang ada di dalamnya akan hancur lebur berantakan. Besok hari besar, kawan! Hari di mana mereka yang sudah menghakimimu secara duniawi akan melaksanakan tugas suci mereka memberantas mereka yang dianggap tidak sejalan dengan peraturan yang dibuat oleh segelintir manusia.
Besok...ragamu akan hilang tetapi idemu akan bertahan abadi di dunia. Karena seperti yang sudah tertulis dalam sebuah catatan: "Dari dalam kubur suaraku akan jauh lebih keras terdengar!"
Bersiap siagalah karena dari raga yang tertanam akan lahir mereka yang siap untuk melawan ketidakadilan di muka bumi ini.
Budaya? Budaya yang mana? Yang gue tahu imbasnya di kebudayaan kita juga nyaris nihil. Kalaupun ada juga gak seberapa. Pada akhirnya semuanya itu diambil untuk kepentingan sendiri. Satu-satunya yang bertambah adalah achievement di LinkedIn.
Lo inget kan dulu ketika ada orang dari Korea tanya ke kita: Di Bekasi sudah ada listrik belum? Dari situ aja sudah ketahuan kalau sebegitu kecilnya pengetahuan tentang kondisi riil orang-orang di negara ini.
Mereka itu cuma bounty hunter khusus validasi melalui jalan "prestasi." Pada akhirnya juga orang-orang yang lahir dari privilege yang punya akses ke sana. Akses itu privilege lho. Bahkan seperti yang kita pernah sepakati bersama, informasi juga privilege. Do you even need self validation? For what? Lo sudah sangat valid, my friend!
Kasih ke gue list hal-hal yang lo anggap gak punya makna! Kita lihat satu-satu. Ujung-ujungnya juga lo tahu kalau sebenarnya lo sudah sangat jauh di atas semua itu. You keep being real! Susah lho..gak semua orang punya talenta dan energi sebesar itu.
IQ lo berapa? 130? Trus lo masih ngerasa goblok? Ohh..karena bukan pasukan elit ivy league college? Itu cuman label. Lagian lo udah kepinteran. Adil dikit lah! You don't need no education...Classes will numb your mind.
Pada akhirnya apa yang dilakukan oleh eksponen indie pop pada masanya adalah tentang kontrol diri. Lo gak bisa sejago itu? Yasudah. Bukan berarti itu batasan buat lo bikin karya kan? Karya lo gak kemana-mana? Lho..memang kenapa? Bukankah perlawanan kebudayan itu berawal dari lo menolak kemapanan? Kita gak punya tanggung jawab untuk meninggalkan warisan ke dunia ini. Buat apa? Ada 8 milyar manusia di dunia ini. Lo dan gue cuman...salah dua dari sekian banyak manusia di dunia ini. Capek pak kalau dituruti semua.
Pada akhirnya yang kamu lakukan adalah "mengganggu" pakem yang sudah ada dalam kesenian. Bukankah itu satu bentuk perlawanan?
Pada akhirnya mereka berbicara tentang ketidakmerataan dan ketimpangan ketika masih "miskin" secara material dan ide. Jangan heran ketika mereka bersembunyi di balik tameng perlawanan untuk keuntungan dirinya sendiri.
Dekonstruksi sastra! Itu dia! Kamu itu nulis bukan di komputer, mas! Tapi di mesin enigma. Cuma dirimu yang tahu makna sesungguhnya dan kamu lempar itu semua ke orang-orang yang baca supaya mereka bisa mengintepretasikan ide yang kamu tulis.
Holy shit! I love New Order!
Gak ada prentensi apapun! Ini sebuah ekspresi yang paling murni! Gak semua orang punya kemampuan untuk mengartikan warna. Gak semua orang mampu untuk bermain dengan insting.
Bikin lagu cuman dua kunci dari awal sampai habis...gila lo!
Maksimalin apa yang ada! Ketika lo sound check trus lo liat ampli..monitor...mic..dan secara teknis gak sesuai nih dengan apa yang lo suka...apakah lo ngasal? Di situlah lo perlu pengetahuan teknis soal lapangan. Maksimalin! Pada akhirnya lo cuman pengen senang-senang toh?
Ini PUNK se PUNK PUNK nya PUNK!
Lo bisa berada di beberapa ekosistem yang berbeda bahkan bertolak belakang tapi lo mampu untuk beradaptasi di semua tempat. That is...an enviable reputation...
Sudah lama sekali tidak menulis tentang film. Beberapa hari belakangan gue diberikan rekomendasi film dari seorang kawan. Filmnya Christian Petzold, seorang sutradara handal dari Jerman yang juga menyutradai film Barbara sama Toter Mann, both are great films! Karena penasaran gue coba untuk lihat trailer-nya lalu baca sinopsisnya. Hmm...menarik. Mungkin ke depannya akan mencoba buat cari filmnya. Btw, ada beberapa streaming services kalau mau lihat film-film Eropa atau film-film indie secara legal. Mungkin dibahas nanti. Kembali ke topik! Setelah gue membaca sinopsis filmnya, latar belakang cerita, terus juga trailer dari filmnya, gue malah teringat beberapa film yang pernah gue tonton. Okeh, jadi tema utama film Phoenix adalah kehidupan "post-war" di Jerman setelah Perang Dunia Kedua selesai. Bagaimana mereka yang selamat dari kerasnya perang ternyata masih harus "berperang" kembali di kehidupan bermasyarakat.
Menarik. Gue selalu membayangkan (semoga tidak mengalami) kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan banyak lainnya setelah melewati masa-masa kelam peperangan. Can you imagine? Life must be tough. For those who fought, death and destruction were very very common. Lalu tiba-tiba semua harus dibangun kembali dan menjadi manusia normal dalam society yang berbeda. Gak heran banyak yang depresi dan bingung ketika harus bergabung kembali dalam masyarakat.
Lalu gue teringat, kayaknya gue pernah nonton beberapa film dengan tema serupa atau mirip-miriplah kayak film Phoenix yang direkomendasikan teman gue ini. Berdasarkan ingatan gue yang gak bagus-bagus amat gue pengen coba berbagi beberapa film yang menurut gue lumayan oke dengan tema serupa. Because sometimes we glorify the madness of war and fail to understand what these men and women have gone through.
Jujur, ini hanya berdasarkan ingatan gue. Kalau ada yang kelewat...ya mungkin emang gue belum nonton aja dan belum dapat akses buat nonton. Oh..This is not a review...I'm not an expert. I ain't passed the bar anyway. So, here they are:
Those Who Remained (Barnabás Tóth, Hungary, 2019)
Salah satu film yang diputar dalam event tahunan Europe on Screen, film ini kalau gak salah gue nonton di pagelaran tahun 2021. Film dari Hungaria yang menceritakan tentang dua orang yang selamat dari kamp konsentrasi dan menyadari kalau lingkungan mereka sudah tidak sama lagi karena nyaris semua orang yang mereka kenal sebelum perang sudah meninggal semua dan tinggal menyisakan mereka. Lumayan okelah, dapat sedikit gambaran tentang kondisi masyarakat di Hungaria pasca perang dan menjalani kehidupan di bawah pengaruh kuat Uni Soviet.
Frantz (François Ozon, France/Germany, 2016)
Okeh, this one...wew...unexpecting ending. Ini total remake sih emang karena memang film ini pada dasarnya adalah remake dari film Broken Lullaby (1932) yang disutradarai oleh Ernst Lubitsch yang juga adalah sebuah adaptasi dari karya teater Prancis dengan judul L'homme que j'ai tué karya Maurice Rostand. Gue nonton Broken Lullaby justru setelah gue nonton Frantz dan ternyata memang ada beberapa scene yang lumayan berbeda tapi malah jadi lebih okelah. Inti ceritanya adalah seorang mantan tentara Prancis yang datang ke Jerman setelah Perang Dunia I berakhir di mana kondisi politik Jerman pada kala itu setelah kalah perang cukup kacau dan sentimen anti Prancis sedang marak. Salah satu hal yang menurut gue lumayan keren adalah keputusan untuk membuat film ini ditayangkan tanpa warna (black & white) yang bikin berasa nonton film lama...yaah mayan okelaah mendengar dialog orang Prancis ngomong bahasa Jerman terus orang Jerman ngomong bahasa Prancis. hehehe...oiya versi aslinya juga gak kalah oke kok kalau mau ditonton.
Warning: Endingnya ngehe! hehe
The War (Jon Avnet, USA, 1994)
Gue masih ingat betul nonton film ini barengan bokap nyokap gue di rumah. Ini film yang lumayan menarik tentang seorang veteran perang yang mengalami banyak kegagalan akibat kondisi mentalnya yang gak stabil pasca bertugas di Vietnam. Banyak scene yang lumayan moving buat gue. Salah satu film yang membuat gue ingat sama bokap senantiasa (RIP to you, old man!) selain karena gue pertama kali nonton film ini sama beliau dan juga film ini banyak cerita tentang hubungan bapak dan anak laki-lakinya. Elijah Wood masih bocah banget di film ini...
Land of Mine/Under sandet (Martin Zandvliet, Denmark/Germany, 2015)
Based on true event. Yeah, salah satu cerita pahit setelah Perang Dunia II berakhir di mana para tawanan perang dipaksa untuk membersihkan ranjau di pesisir pantai Denmark. Most of the POWs were boys...dan faktanya memang banyak dari mereka yang akhirnya mortally wounded atau bahkan tewas ketika membersihkan ranjau. It's a great film...a depressed one..ketika perang sudah selesai tapi anak-anak muda ini masih harus bertanggung jawab atas sesuatu yang mungkin mereka juga gak paham.
Born on the Fourth of July (Oliver Stone, USA, 1989)
Again, Oliver Stone...sutradara yang bertanggung jawab memberikan kita banyak sekali film-film bagus. Salah satunya yaa film ini. Diadaptasi dari memoir yang ditulis oleh Ron Kovic, salah satu aktivis anti perang dari Amerika Serikat yang memang mengalami kelumpuhan ketika terluka di Perang Vietnam. Kita benar-benar dibawa dari optimisme anak muda sampe cynical orang yang sudah mengalami peperangan itu sendiri. A very moving film...sedih sih...Memoir dari Ron Kovic dengan judul yang sama juga bagus banget buat dibaca..Btw, Tom Cruise keren sih di film ini.
The Railway Man (Jonathan Teplitzky, UK/Australia/Switzerland/France)
Diadaptasi dari memoir yang cukup terkenal mengisahkan tentang tawanan perang di Pasifik yang dipaksa untuk membangun rel kereta untuk Jepang. Kisah Eric Lomax yang akhirnya mengkonfrontasi serdadu Jepang yang dulu menyiksa dia setelah tahu kalau serdadu Jepang tersebut masih hidup ini lumayan membuat emosi naik turun. Berbagai jenis bentuk penyiksaan dan kondisi para tawanan yang dipaksa membangun rel kereta membuat kita berpikir: Wew...that's what a human could do to another human. Colin Firth was absolutely great in this movie walau gue masih kebayang-bayang karakter dia di film "King's Speech" hehehe...
Great Freedom (Sebastian Meise, Austria, 2022)
Untuk konteks tambahan, film dokumenter "Paragraph 175" bisa lumayan menjelaskan kondisi orang-orang homosexual yang dikirim ke kamp konsentrasi di Jerman dan wilayah-wilayah yang ditaklukkan Jerman pada masa Perang Dunia II. Di film ini dijelaskan kondisi mereka yang masih dianggap melakukan pelanggaran hukum karena Paragraph 175 belum dihapuskan pasca Perang Dunia II sehingga semua hubungan sesama jenis dianggap sebagai perbuatan kriminal. Di film ini kita diajak untuk melihat sisi yang selama ini mungkin jarang dibicarakan atau susah untuk dilihat. Yeap, sisi mereka yang dikriminilasi karena orientasi seksual. Endingnya menarik buat gue. Menarik untuk dilihat karena Paragraph 175 yang resmi menjadi statuta hukum di tahun 1871 baru dihapus tahun 1994, sementara Jerman Timur (DDR) sudah menghapus undang-undang tersebut di tahun 1968.
The Reader (Stephen Daldry, Germany/USA, 2008)
Inspired by a real life person. Film ini lumayan menarik karena pada akhirnya ketika identitas asli dan masa lalu seseorang yang kita sayang terbongkar sudah pasti kita bakalan kaget. Bercerita tentang kondisi Jerman pasca Perang Dunia II di mana banya kolaborator dan mereka yang dahulu melakukan kejahatan di masa perang mengalami persidangan. Mungkin adegan persidangan baru muncul di pertengahan film tetapi di awal kita akan melihat hubungan antara tokoh utama dengan seorang wanita yang usianya terpaut sangat jauh dan mungkin berpikir: Hmm, kayak ada yang aneh sama orang ini.
It's a great movie! Temanya mungkin gak berat-berat banget tapi lumayan menarik karena memberikan kita sudut pandang yang baru tentang kehidupan, pola pikir, dan bagaimana generasi baru Jerman pasca Perang Dunia II melihat kejahatan yang dilakukan oleh generasi sebelumnya.
Au revoir là-haut (Albert Dupontel, France, 2017)
Merupakan adapatasi dari novel karya Pierre Lemaitre dengan judul yang sama. Gue direkomendasikan film ini oleh salah satu kawan dan ternyata lumayan menarik. Kisahnya tentang seorang prajurit Prancis yang terluka di era Perang Dunia I dan harus menjalani operasi yang membuat dia kehilangan sebagian besar wajahnya. Dengan ketidakmampuan dia untuk bicara dan harus menggunakan topeng untuk menutupi luka permanen di wajahnya si tokoh utama film ini pada akhirnya menjalin pertemanan dengan seorang gadis kecil dan salah satu orang yang menyelamatkan dirinya di kala pertempuran berlangsung. Profiteering pasca perang memang lumayan jarang dibahas dalam tulisan ataupun film dan di film ini lumayan banyak menyinggung tentang sebagian orang yang memanfaatkan kekacauan administrasi pas perang besar demi keuntungannya sendiri. A great movie!
Johnny Got His Gun (Dalton Trumbo, USA, 1971)
It's one of the best anti war films ever made! Di film ini banyak banget scene yang sangat memorable buat gue ketika pertama kali menyaksikkan film ini. Mungkin salah satu yang mendorong film ini naik ke pop culture ketika dipakai sama Metallica untuk video klip lagu mereka yang judulnya One. Kalau boleh jujur film ini lumayan "mengganggu" buat gue karena saking banyaknya scene yang haunting. Gue sampe kepikiran kalau kondisi gue sampe begitu gimana yee...Hadeh...Since it's an anti war movie jadinya memang banyak pesan mengenai betapa peperangan itu meaningless dan cuman membawa keuntungan bagi sebagian kecil orang. Salah satu quote film ini yang masih membuat gue bergidik ketika menyaksikan film ini kembali:
Inside me, I'm screaming and yelling and howling like a
trapped animal... and nobody pays any attention. If I had arms, I could kill
myself. If I had legs, I could run away. If I had a voice, I could talk and be
some kind of company for myself. I could yell for help, but nobody would help
me.
Un long dimanche de fiançailles (Jean-Pierre Jeunet, France/USA, 2004)
Film ini menjadi salah satu film favorit gue sepanjang masa. Gak tahu yah, coloring dan movement film-film Prancis pasca suksesnya film Amélie keknya mengubah trend dalam cerita, editting, dan warna di film. Gue merasa cerita di film ini sangat-sangat oke sekali. You have the humour, battle scenes, love, and desperation dalam satu film. Buat gue film ini fantastis! Again, kebayang betapa kacau balaunya administrasi sebuah negara setelah perang berakhir banyak diceritakan di film ini. And you know what, this movie taught me about love. Ketika orang-orang banyak yang skeptis, cynical, bahkan menjatuhkan, tapi kalau lo tetap percaya dan fight for it, who knows, mungkin aja ada jalan.
And again...the ending...
Ladri di biciclette (Vittorio De Sica, Italy, 1948)
Kalau bicara tentang Italian Neorealism mungkin film ini adalah salah satu film di garda terdepan. Diadaptasi dari novel karya Cesare Zavattini, film ini benar-benar membuat gue kagum dengan teknik pengambilan gambar dan ceritanya. Vittorio De Sica punya banyak banget film bagus terutama di era pergerakan Neorealism. Kalau gue ditanya film favorit gue sepanjang masa apa gue pasti dengan cepat akan menjawab: Ladri di biciclette...Film ini menceritakan tentang kondisi Italia pasca Perang Dunia II di mana pada era pas Perang Dunia II kondisi Italia secara politik dan ekonomi super duper berantakan. Di film ini ada banyak sekali scenes yang membuat gue terharu...how a dad is willing to fight for the sake of his family..aduh sedih deh pokoke...dan di akhir film...ahhh lihat sendiri! Kalau bicara soal film ini gue gak bisa berhenti karena banyak banget hal yang gue ambil dan layak didiskusikan.
***
Sebenarnya masih banyak banget sih film-film dengan tema post war yang pernah gue tonton dan mungkin akan gue tonton lagi. List di atas gue buat berdasarkan ingatan semata dan seru aja euy, dah lama gak bahas-bahas fim...hehehe... Beberapa film post war yang gue suka juga tapi gak gue breakdown di atas tuh kayak Werk ohne Autor (2018), Hiroshima Mon Amour (1959), Barbara (2008), Die Ehe der Maria Braun (1978), Germania anno zero (1948), dan Umberto D. (1952). Mungkin bakalan gue bahas selanjutnya setelah gue nonton Phoenix yah, hehe...at last...after the war...winners take nothing.
It is with the utmost warmth and delight that I take quill
in hand to address you, the radiant celestial being that graces our earthly
abode. As I stand under your benevolent gaze, I am compelled to express the
profound sentiments that stir within my soul upon the sight of your golden countenance.
And as the evening approaches, your descent beneath the
distant hills heralds the onset of a gentle gloaming, painting the sky with an
opulent palette of colors that would humble even the finest artistry. Your
departure is not a farewell but a promise, a promise that you shall return with
the dawn, illuminating our lives with your eternal presence.
We met for a reason. It's a cliche, of course. But who doesn't love to romantize all the ordinary things around us into something that is quite extravagant? I still remember it, the whole scene, the bowls of noodles we shared, the line that we waited in, and the small/big talks we poured. Those hours will be treasured in my memory for the rest of my life. Moreover, my last day in Yogyakarta was spent beautifully with you as well. As we walked through the gallery, gazing around the artworks, and laughing when we found something funny. You've been such a special friend to me. Someone that out of the blue came into my life and shone a light in my darkest hour. Dozens of special ways to end my endeavor in your city, and I choose to end it with you by my side. It's such an honour meeting someone as kind as you are, Sunshine. Yes, you are the sunshine. How can someone as kind as you be harmed?
The one last night in Yogyakarta. That was too special for me. A little bit emotional since I was currently in a very bad state both physically and mentally. Believe it or not, you were there. You gave me reasons to stay in and never give in. And to that end, I am so grateful that we've met.
Remember all the things that I've told you about how wonderful you are no matter what people may have said. No matter what happened in the past, in my book, you are still number one. Life is strange, indeed! We mismeasure things, for sure. We made bad decisions. We accepted love we thought we deserved. The night has opened my eyes about how I should see things. Darkness is a friend, because sometimes you will see the light in the dark. I always think about you every day. You are so precious and you have to understand that you have made a huge impact in my whole life. Thank you for helping me get back on my feet and challenge life. It's a never-ending boxing match between me and myself.
No matter what, I thank you for all the things you've done for me. I don't know how to reply to those magnificent things, but I will be one day. Trust me!
And for you, your existence is a beacon of hope, a metaphor for resilience, and a testament to the undeniable beauty that graces our world. On your ever-revolving journey, you etch a tale of constancy and reliability, a
narrative that mankind has revered and relied upon since time immemorial.
This is my letter to you with fervent admiration and an indomitable spirit of
gratitude,
I politely asked her about her point of view without discriminating against her: How does it feel? Did you ever encounter any rejection, discrimination, or other bad things?
The virus may live on, but the stigma kills you.
In the small room with a very strong cat scent mixed with tobacco, we are talking about matters of life and death. How a very thin line, an unseen thing may unfold before our eyes and change our lives in a split of a second. I was fascinated by her story. We've seen the deaths of friends before and death is no longer our biggest fear. You know suffering more than I do. I can't relate even to the smallest part of your misery. Maybe if I shut my eyes, your sorrow will be split between us.
Did you ever feel like living in hell? Or maybe hell is the impossibility of reason. Gasping, dying, but somehow still alive. How did you react when you heard about the test? Did you ever think about ending your own life? How did you manage to survive the ordeal?
Art keeps you alive. Art makes you important. You turn your misery, tormented life, and pain into something beautiful, a bit provocative, but honest.
That might not be living, but it sure ain't dying. And dying is what these people have been doing for years. Dying for everyone. I don't believe in another world. This is the only world we have. My body is aching. My mind is a terrible thing to taste. Can't you see? The proof's in the eye. You know when you know. Nobody's gonna get caught red-handed as an evident. Because we don't need one. Being born into this world was a grave mistake. All of us; we are not busy being born; we are busy dying. It's written on the wall: The die has been cast. Do you ever think you're better than the other men? No? Rich in love, poor in gifts. Poor in gifts, rich in love. If that's what justice is, I'd rather be hung in city hall.
Three simple letters that will haunt you for the rest of your life. You will lose your freedom, love, joy, and all the goodness and happiness in this world. Just by those three letters. Four letters and all you know is death. Sometimes, I do believe in higher power whenever I lay my head in bed. I think about what will happen after they put me to rest, six feet under, inside a casket, among the mourners (if there's any!). What I believe is I will be in a non-dimensional white room with no border nor dark and all I can do is wait for the end of the world. The end of time.
Does your condition make you more aware of your religious beliefs? Does it make you closer to God? Does it make you believe in a higher power? I wonder...
There's something running in my blood. You can't see it. It's eating you alive. There you have it. The end. Contagious and deadly. Does it always look like that? Damnation with no relief. I didn't ask for this thing to come to me, neither my friend. All we wanted was to have fun and get away with it. What is it I must do to pay for all my crimes? My life is like a sinking ship, and I know where to jump. Walk the plank, close my eyes, jump into the water, and let me sink. I envy those who can enjoy the world without risk. Those you...let's just say...normal. I had my luck escape. Now I'm a fugitive. I'm running away from the ghosts of my past. Thank you for being such a good friend. Thank you for not being a judgemental son of a bitch.
Life is strange, indeed. You'll never know what the future may bring to you. Sometimes it's hard. Sometimes it's killing you slowly and painfully. Sometimes it's filled with enormous, unlimited joy, where you can always need more and never want it to end so soon.
I wrote my imaginative eulogy. Hell, some folk even wrote me one. Now I realize that nobody's gonna really care about your absence. Life keeps on turning even without your existence. I once had this fear of not creating something pretty while I'm still alive. To this day, I still haven't figured it out what would become of me. I don't know, man...If you read this from above: I envy you. My God, how I want to exchange my place with you. You have...many people who love you so much, purposes, talents, and all the love in this damn world. I have no one. I envy you. You feel no more pain, sorrow, self-loathing, and all the nightmares the world has ignited inside you.
Short days ago we lived, saw sunset glow, loved, and were loved. Now we lie in the field of doubt. Now we are sinking into a sea of lies. These magnificent men in their magnificent machines. Where are they going?
We could plan a mass murder or worse...start a religion! It's Catholic heaven, man! I have an ancient Indian crucifix around my neck. My chest
is hard & brown. Lying on stained & wretched sheets with a bleeding virgin. Here I go again, focused on myself again. Thinking, endless thinking. Suicides, death of grandmas, tragedies, plane crashes, hunger, tension, road rage, school, birth of a legend, past loves. We are the victims of a passionate crime called love.
I have built a treehouse. Nobody can see us. It's a you and me house.
The saddest thing about betrayal is that it comes from those who you trust the most. It must be painful to watch as the betrayal unfolds beyond our eyes. How do we lose all the good that was given to us?
Karena pada akhirnya keserakahan pula yang akan kita membawa kita ke jurang kesadaran. Kita menggali lebih dalam kuburan kita sendiri sampai tidak tercium bau busuknya. Sesekali tengoklah ke belakang dan lihat betapa manusia bisa melakukan apa saja terhadap manusia lainnya. Kita dibuat sadar bahwa semua kualitas bisa terhitung dengan angka dan segala kuantitas akan berubah karena pengaruh kata.Terkadang kita lupa kalau raga ini begitu rapuh dan jiwa begitu mudah menguap seiring berjalannya waktu. Nasib sial terus hidup untuk mereka yang hidup dalam kebohongan.
Ketika foto-foto penuh kemudaan kita akan menjadi foto tua usang berisi kenangan di situlah kita sadar bahwa sudah banyak yang berubah dalam kehidupan kita. Sebagian hilang, sebagian lupa arah, sebagian memilih menetap, dan sebagian menerima hidup baru.
Mari sini, manisku!
Merapat dekat denganku.
Kita adalah mereka yang sedang bahagia
Kita adalah mereka yang sedang dimabuk asmara
Pernah tertulis bahwa kita harus bertanggung jawab atas setiap keputusan yang kita ambil dalam hidup. Ada masa ketika kita saling menunggu satu dengan yang lain untuk berbicara dengan Tuhan-nya masing-masing. Ada masa ketika kita larut dalam pertanyaan mengapa kita dipertemukan. Ada masa ketika jarak dan pantangan memutus rantai persaudaraan. Ada masa ketika diri ini hilang arah dan terbangun dalam keadaan pasrah penuh penyesalan.
Kalau memang semua sudah seharusnya terjadi dan memang ditakdirkan untuk terjadi seperti demikian maka sebaiknya kita menerima saja dan menikmati semuanya dengan lapang dada. We were stars, heroes of our stories, and villains in their stories.
Into this house, we're born
Into this world, we're thrown
Menyerahlah pada kuasa yang memang sudah semestinya menjadi hak mereka yang punya nyali tapi minim rasa malu. Kita semua harus sadar kalau pada dasarnya (sekali lagi harus saya sampaikan!) kita hidup dalam dunia dengan sistem kelas. Beberapa dari kita senang hidup dalam kenyamanan dan kesenangan buatan dan ada dari kita yang iri akan kepalsuan tersebut. Berterima kasihlah pada internet karena informasi sama mudahnya diterima seperti kita menghirup oksigen. Ketika waktu tercipta kita semua sudah digariskan secara sempurna dan melawan kesempurnaan adalah perbuatan yang menyenangkan walau sia-sia.
Sejarah adalah tentang pengkhianatan.
The archer sees the mark upon the path of the infinite, and
He bends you with His might that His arrows may go swift and far. Let your bending in the archer’s hand be for gladness; For
even as He loves the arrow that flies, so He loves also the bow that is stable.