Semua Dimulai dengan Mata Tertutup

October 31, 2013 Samuel Yudhistira
Judulnya aneh tapi gue suka. Kisah baru yang gue torehkan di buku hidup gue yang memasuki "BAB KE 21" ditulis dengan tinta kehidupan dan entah kapan akan berakhir. Ketika suasana merebut logika dan akal sehat akhirnya gue melupakan cara untuk berpikir panjang tentang resiko yang harus ditempuh. Benteng teologis beserta pasukannya yang dibentuk di pikiran gue sejak gue lahir pada akhirnya melakukan gencatan senjata dengan musuh-musuh rohaninya. Dan ini yang timbul dalam pikiran gue...

Sulit untuk membayangkan mereka yang pernah mesra denganku harus menghadapi akhir  menggenaskan. Sulit untuk membayangkan mereka yang pernah bercanda,tertawa,dan menangis bersamaku berbalik melawan dan menjadi musuh abadiku.

Persahabatan kita dihantui permusuhan abadi, entah siapa yang memulai permusuhan bodoh memperebutkan kebenaran dengan upah surga.

Ketika pada akhirnya aku melawan arus, berbalik dari dogma kuno yang dianggap sebagai warisan leluhur, mereka pun akan berbalik melawan aku.

Dogma itu seperti jendela kaca. Kita menyaksikan kebenaran melaluinya, tetapi kita juga dipisahkan olehnya.

Memori dan mimpi.

Kita miliki mereka sebagai modal berharga yang membuat kita merasa layak untuk tetap hidup.

Ingatkan aku saat-saat pertama kita bertemu.
Ingatkan aku semua candaan yang dulu kita lakukan.
Ingatkan aku tentang cerita kita di masa dulu.
Ingatkan aku tentang cita-cita kita dulu, aku ingin tahu apa yang dahulu aku impikan.
Ingatkan aku kalau kita pernah bersama-sama.

Semua dimulai dengan mata tertutup, tak usah dilihat nanti matamu akan dibutakan oleh kilau cahaya yang begitu menggoda. Memaksamu untuk tidak berpaling dan terus berjalan, dibuai dengan janji dan jaminan, terus terpana sampai sadar engkau sudah berjalan terlalu jauh.

Senyuman mereka yang engkau anggap abadi tercetak di atas kertas foto mulai memudar. Ketika itu terjadi, apakah engkau masih berharap mereka akan kembali seperti dulu?