Half of Life is Fucking Up. The Other Half is Dealing With It. (part 2)

October 30, 2016 Samuel Yudhistira
Sesuai dengan postingan di jilid pertama sokin.

Ketika elo membuka percakapan dengan teman di dalam kepala elo seperti yang gue alami terkadang elo bisa menemukan hal-hal yang luar biasa amazing dan terkadang di luar batas nalar kewajaran yang ditetapkan oleh orang-orang yang merasa normal di luar sana.

Kadang gak kuat dengarnya tapi kadang kalau disimak gue merasa impressed.

Jeez, my friend, ini adalah postingan paling depresif yang mungkin pernah gue buat. 

Beberapa percakapan yang gue lakukan sendiri dengan suara-suara di kepala gue yang kadang gue gak tahan dengernya...


Look at them. So happy. Where is your will to be happy? You are nothing compared to them. Am I right? YOU ARE NOTHING, MATE! NOTHING! UGLY NOBODY.

Pada dasarnya semua yang elo lakukan sia-sia dan tidak berguna. Melawan? Apa yang kau lawan? Mengubah dunia? Elo gak mengubah apa-apa, my friend. Gak ada yang berubah. Elo tetap gini-gini aja dan orang lain berlari kencang meninggalkan elo sendirian di tengah gurun ketidakpastian. Sendiri. Enak? Gak enak kan. 

Dia ninggalin elo karena elo gak waras.

Now you are lying on your sick bed. This ugly hospital. Will you end up here? Nobody wants you anyway. I am the only one who understands you.

Nobody wants your love. Throw it away you ugly piece of shit.

Sendiri kan? Yang boleh mengejar mimpi itu hanya mereka yang punya modal kuat. Elo cuman lulusan kampus gak berguna. Circle lo gaada teman yang bisa bantu elo. Pada akhirnya elo cuman sendirian dan meratapi nasib menjadi kumpulan manusia tidak berguna, Apa bedanya elo sama gembel-gembel jalanan di luar sana. Gaada kan? Semua orang bersenang-senang dengan uang dan kenikmatan sedangkan elo gak bisa apa-apa.

Buang impian bodoh itu!

Dia ninggalin elo karena elo gak berguna. Lihat! Dia lihat dunianya lebih dari elo. Dan elo cuman sampah,sampah,dan sampah. Matipun tak ada yang menangisimu. Mereka cuman datang, lihat, dan memastikan elo sudah mati. Enam bulan kemudian mereka juga udah lupa kalau Samuel Yudhistira pernah hidup. 

Dia menang. Elo kalah. Lihat pisau itu? Pisau bukanlah pisau jika tidak ada darah di matanya.

Dia akan bahagia dan elo akan merana menikmati lara yang tidak kunjung reda.

Mati itu tidak sakit. Sepersekian detik lalu selesai. Dan kita akan duduk berhadapan di meja bicara tentang dunia dari awal penciptaan hingga akhir.

She has friends, you have nothing. I am your only friend. I am real. 

Useless... apa yang bisa lo banggain? Band? Teman-teman yang ninggalin elo? Kampus? Komunitas? Pekerjaan? Proyek-proyek ngayal lo? Percuma! Tabrakin diri lo ke kereta dan itu baru hidup! Killing yourself to live. Just do it! Gak sakit! Percaya deh...

Stop making jokes! Those jokes aren't funny anymore.








Dan sampai detik ini gue masih bertarung dengan mereka....






I will get by I will survive.




Pada akhirnya gue ketemu dengan beberapa teman baru yang menyemangati gue untuk hidup. Mereka yang juga mengalami hal serupa dengan gue. Mereka yang terbuang, mereka yang ditinggalkan sendirian. Mereka yang menunggu mati. Mereka yang mencoba berkali-kali untuk mati sampai cacat. 




Apakah aku akan berhenti mengejar mimpi?
Apakah aku akan berakhir dengan darahku menari di atas mata pisau?
Apakah aku akan berakhir dengan tangan terikat mati?
Apakah aku akan berakhir menjadi seonggok daging di pinggir rel kereta sana?
Apakah aku akan kehilangan akal sehatku?
Apakah aku selamanya akan menjadi pecundang tidak berguna?



Jawabannya belum ada nih, tapi gue harap semuanya akan dijawab dengan satu kata tegas: TIDAK!