,

Pada Suatu Hari Ketika Matahari Sedang Jahat-jahatnya

August 10, 2018 Samuel Yudhistira
Cideng, Tanah Abang, Jakarta Pusat...

Nampaknya kita harus mengenang daerah ini sebagai bagian dari sejarah lucu kita. Di sanalah kita pertama kali bertemu ketika Jakarta dengan macet dan cuaca labilnya ikut meramaikan suasana.

"Weh, dari jauh lo kaya Julian Casablancas deh," kalimat pembuka percakapan canggung di sebuah restoran cepat saji dekat sana.

Aku di kota kembang kau di Tanah Abang. Rooftop sebuah hotel di Bandung menjadi saksi bisu seorang pemuda ketawa-ketiwi ketika berbicang menggunakan telepon genggam dengan lawan bicaranya yang sedang berada dalam bus menuju rumah.

And if there was a sequel, would you love me as an equal? Would you love me 'till I'm dead? Or is there someone else instead?

Halte busway Tosari dan Tanah Kusir Kodim akrab dalam kehidupan awal kita berkenalan. Di sana semua terungkap, di Taman Suropati semua terjawab.


J'attendrai
Le jour et la nuit
J'attendrai toujours
Ton retour
J'attendrai
Car l'oiseau qui s'enfuit
Vient chercher l'oubli
Dans son nid
Le temps passe et court
En battant tristement
Dans mon cœur plus lourd
Et pourtant
J'attendrai ton retour

PS: Masih ingat lagu ini?
Lagu ini mengiringi kita ketika larut ke dalam satu pusaran perasaan yang aneh.

Lucu memang hidup ini. 

Untuk kamu yang datang mendekat ketika semua menjauh saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya. Berkali-kali saya jatuh terkapar dan kamu dengan sabar mengangkatku kembali, membersihkan debu di celana dan bajuku, lalu tersenyum sembari berkata, "Gapapa, ayok jalan lagi. Sekarang pelan-pelan, gausah buru-buru gausah takut. Aku di sampingmu,"

Ada berjuta alasan untuk menyalahkan hidup lalu menolak untuk bersyukur tapi ada pula berjuta alasan untuk terus hidup lalu bersyukur atas situasi sulit yang diberikan.

Teman-teman di dalam kepalaku kerap membuatmu bingung, marah, hingga frustrasi dan merasa perjalanan kita akan sangat melelahkan. Hidup dengan begitu banyak warna ajaib membuat siapapun akan dibuat letih karenanya. Bisakah kau pilih satu warna untuk kuambil dan kusimpan hingga akhir hidup?

Di sudut Taman Ismail Marzuki sebuah bioskop kecil memutar banyak film yang tidak semua orang suka. Kita habiskan banyak waktu di sana bertukar pikiran tentang film yang baru saja kita saksikan.
Cikini adalah tempat yang tepat untuk jatuh cinta.

Sudah berapa kali aku bercerita tentang indahnya masa lalu dan entah berapa kali sudah kau menolak keindahan palsuku dan menawarkan keindahan asli yang kuanggap aneh. Lucu memang jika kuingat masa-masa itu. Menangisi mereka yang tertawa di atas penderitaanku dan meratapi mereka yang merayakan kehancuranku.

Ketika selatan Jakarta dengan segala nuansa magisnya membuat kita saling menatap mata dan pasrah untuk jatuh kembali ke dalam pusaran perasaan yang aneh.

Tak boleh dilupakan jasa si jalan arteri tempat kita bertukar pikiran tentang kehidupan hingga tiba masa di mana kuungkapkan rasa cinta yang tidak seberapa itu kepadamu. Tidak seberapa karena sisanya masih mengawang di masa lalu.

Gila. Semakin kita berlajan menjauh semakin aku jatuh cinta kepadamu.

What did I do to deserve you?