Tak Berjudul.

February 11, 2023 Samuel Yudhistira

Bukankah semua yang sudah digariskan oleh nasib itu tidak bisa diubah? Lalu betapa konyolnya kita terus meraung-meraung makan lumpur dan hujatan dengan alasan ingin mengubah nasib menjadi lebih baik? Bukankah setiap orang itu unik sehingga ada betulnya bahwa cara kerja otak masing-masing individu akan sangat berbeda? Apakah pernah terbesit dalam pikiranmu kalau sebenarnya mereka yang berada di bawah garis "nasib mujur" adalah mayoritas? Tidakkah sebuah revolusi besar bisa terjadi ketika semuanya bersumpah setia, selaras, dan satu suara untuk menggulingkan ketidakadilan? Tetapi semua orang ingin bernyanyi, semua orang ingin teriak, semua orang ingin dipuji, dan semua orang ingin nada yang berbeda. Tak pelak semua yang diharapkan serupa dan sebangun tidak akan pernah terjadi. Terlalu banyak paham dan kesalahpahaman terjadi di tengah masyarakat.


Lahirlah di keluarga yang tepat maka semua akan menjadi baik-baik saja.

Kalau ada kehidupan yang lain di luar sana dengan aku dan kamu yang sama dalam konsep yang berbeda, apakah mungkin kita tetap saling mencintai? Kalau semesta bekerja dengan cara yang luar biasa ajaib apakah mungkin ada aku dan ada kamu yang lain? Dan kita berdua saling mencintai sampai maut memisahkan kita berdua. Bersumpah setia di depan Tuhan dan jemaat, mengunggah berbagai foto ke media sosial, dan menjadi bahagia. Apakah di kehidupan yang lain kita tetap bisa bekerja sama sebagai satu tim? Apakah di dimensi semesta yang lain kita bisa bersama?

Makan ayam bakar, duduk di tangga, cerita tentang ruang alternatif, saling menatap mata selama beberapa detik hingga larut dalam pusaran perasaan yang aneh, berboncengan di atas sepeda motor, berteduh ketika hujan menghantam bumi, menanggalkan semua kesedihan di belakang. 

Berceritalah tentang ketakutanmu, berkeluh kesahlah kepadaku, dan dengan senang hati akan kusimpan semua kegilaan dalam hatiku. Aku ingin begini saja. Aku ingin menutup mataku untuk dunia dan hanya mau melihat kamu tersenyum dengan matamu yang menyiratkan cinta tanpa pamrih. 

"Mas, mas, umm mau turun di sini bukan?" sontak membuatmu terbangun dari lamunanmu lalu turunlah kamu menyusuri stasiun MRT andalanmu. Berjalan keluar dari stasiun tiba-tiba muncul kembali pikiran ajaib di dalam kepalamu...


Bagaimana yah rasanya menjadi orang yang dirindukan dan disukai?


Pada suatu hari duduklah kau di sudut penuh memori indah yang memabukkan. Teringat beberapa kali kau duduk di tempat yang sama menunggu pergantian tahun dan menunggu wajah-wajah yang kau kenal datang menghampiri meembawa segudang cerita menyenangkan. Sekarang wajah-wajah asing duduk di sekitarmu tanpa bisa kau mengerti isi pembicaraan mereka. Tak satu katapun bisa kau dengar. Mulailah kau ragu kepada pilihan hidupmu yang sama sekali tidak mengasyikkan. Mulailah kau merasa kalau dunia menimpamu dengan sejuta derita.


Terkadang kau bingung, entah kenapa senang sekali menyiksa diri dengan datang ke tempat di mana sudah pasti kau akan teringat momen-momen manis yang sekarang sudah expired. Sebuah catatan kecil bagi dirimu: JANGAN MENYIKSA DIRIMU! BUNUH SEMUA KENANGAN! 


Kau menemukan cinta yang baru ketika musik menghentak dan tubuhmu bergelinjang menikmati setiap nada yang masuk ke telinga. Sebuah peristiwa budaya membawamu kepada cinta yang entah sampai kapan akan hidup. Ketika kau sadar kalau warna yang baru saja menimpa kanvas kehidupanmu itu ternyata penuh dengan debu dan karat mulaiah kau mengubah caramu melihat dunia. Dari mana datangnya niat mulia tersebut? Ke mana perginya deritamu? Bagaimana bisa kau jatuh kembali ke dalam pusaran kehidupan penuh tantangan ini? Sudah siapkah dirimu dibasuh oleh warna dengan rasa berbeda? Tiada sempat kau jawab semua pertanyaan itu, larutlah engkau di dalamnya...kau pejamkan matamu...berharap tiada bencana menanti di ujung pusaran. 


Gravitasimu yang nyaman kau tinggalkan. 

Jangan mau dibuat mabuk sama suasana! Banyak yang menyerah dan tidak sedikit yang celaka akibat terlalu pasrah sama keadaan. No look back! No regret! Sesekali tak apalah jemarimu dijilat api. Tatap dagingmu yang terbakar api dan bersumpahlah atas nama semua kepedihan kalau kau tidak akan melukai dirimu kembali. Tetaplah hidup!

Nafsu yang datang dan hilang begitu saja adalah keberuntungan untukmu. Ketika kau berhasil mengendalikan dirimu sendiri atas apa yang ditawarkan oleh nafsu di situlah kau memang berada di jalan yang benar menurut isi kepalamu yang satu lagi. Mereka semua sudah jadi hantu! 

Tidakkah hidup bisa menjadi lebih menyenangkan ketika tidak ada masalah? Apa yang mendorongmu untuk hidup dalam kepelikan setiap hari? Apa yang membuatmu yakin kalau pencobaan yang datang tidak akan menggoyangkan dirimu sama sekali? Apakah kau sudah banyak makan asam garam kehidupan yang tidak jelas itu? Atau jangan-jangan kau mulai tidak peduli terhadap nilai, nilai, dan nilai? 


Makan bakpau urban, menaiki bis kota, dan seperti biasa kita menikmati indahnya kekacauan ibukota negara ini. Sudah selayaknya kau tanggalkan semua nikmat dunia penuh kepalsuan dan berjalanlah di atas bara api bersama diriku. Mereka membunuh kreativitas kita! Mereka membombardir kita dengan motivasi sukses penuh kepalsuan! Tetapi aku duduk di sampingmu dan berkata kalau sukses tidak berbicara dengan angka. Sukses tidak bisa dihitung! Sukses tidak punya satuan tetap yang mengikat! 

Dengan lirih kau berkata kalau kau tidak pernah dan tidak akan pernah mengubah dunia. Buang jauh semua persepsi tentang dunia yang begitu luas. Kalaupun dunia tetap pada porosnya dan tidak berubah, satu hal yang pasti: kamu sudah mengubah duniaku. Tidakkah itu cukup? Dunia penuh tanda tanya dan kerapuhan ini sudah berhasil kau ubah menjadi lebih menyenangkan. Tertawalah...manisku...tersenyumlah...karena kau sudah menang. 

Mari kita rayakan dengan penuh sukacita! Mari kita duduk kembali di sudut kecil rumahmu dan bicara tentang malam-malam panjang penuh keriuhan. Mari kita bicara tentang janji-janji mereka yang hidup di masa silam, tentang mereka yang mencari tuhan hingga ke ujung dunia, dan tentang keraguan yang terus hinggap di kepala. Buat apa kita terus membahas tentang keraguan dan rasa percaya yang semakin hari semakin pudar? Bukankah seharusnya kita melahap dengan rakus apa yang hadir di depan mata kita? Bukankah seharusnya kita terus menertawai kebodohan dunia? Tidakkah kau lihat bahwa mata pisau maut sudah menanti di ujung mata? 

Kau pernah bilang kalau jangan mencintai manusia lain kalau belum bisa mencintai diri sendiri. Kau pernah bilang kalau cinta bukanlah menerima tetapi memberi. Ada masa ketika cinta sudah begitu murah hingga dengan mudah bisa dibeli, dijual, dan disewa. 

Lalu dari jauh terdengar suara yang tidak asing lagi di telingaku:

Menghabiskan matahari

Bersamamu

Hari ini

Meninggalkan masa lalu

Bersamanya

Disini

Kan kubawa dirimu (Hari ini)

Membunuh angin cinta yang suram (Disini)

Bercumbu dengan cinta (Hari ini)

Mengubur segala duka


Dengan tegas saya ingin berkata kepadamu: 

Suatu hari nanti ketika rasa ragumu sudah tenggelam jauh di samudera hatimu dan suara-suara kegilaan di dalam kepala sudah kadaluarsa di situlah kau dan aku akan menikmati malam-malam yang lebih tenang dengan segala suaranya yang ajaib. Suatu hari nanti kau dan aku akan mengucapkan selamat tinggal dan selamat datang pada matahari setiap hari. Ketika hari itu datang aku akan menyambutmu dengan mesra di gerbang kehidupanku. Selamat datang di semestaku, manisku! Ketika hari itu datang kau juga akan menyambutku dengan tatapan berbinarmu di gerbang kehidupanmu. Selamat datang di semestaku, alien baik hati! Lalu kita akan bahagia, berkelahi dengan stigma, tertawa, menangis, menggilai hidup, belajar berserah, dan berpisah di dunia fana.


Aku sangat menantikan hari itu.