, , ,

Ada Kamu Duduk di Ujung Tempat Tidurku

December 05, 2022 Samuel Yudhistira

Sama seperti malam-malam lainnya terbangunlah dirimu dari tidurmu. Keringat mengucur deras dan mulai basah kaus oblong robek-robek yang sudah lebih cocok menjadi kain lap itu di tubuhmu. Sayup-sayup suara kucing yang berkelahi dan bersenggama terdengar di kamarmu. Kesal dirimu menghadapi matamu yang menolak untuk terpejam barang beberapa jam saja. Bangun, duduk, kau usap-usap wajahmu sembari mencari kesadaran yang entah ada di mana. 

"Bukan, bukan, gak ke sini mainnya. Kayaknya kuncinya salah," suara itu tidak asing datang dari sudut kanan kamarmu tepat di ujung tempat tidurmu.

Menolehlah dirimu dan mendapati dia yang seharusnya tidak di sana sedang asik memainkan gitarmu. Jemari-jemarinya sedang berusaha menekan dawai, membentuk chord, menjadi nada yang entah sumbang atau merdu terdengar.

Mata kalian bertemu, kau tersenyum, lalu tertawa, lalu kalian berdua mulai bertukar nada, irama, aksara, dan tanpa sadar matahari mulai datang. Perlahan buyar kawanmu, menguap bersama embun, terbang, hinggap di kepala lainnya yang mungkin sedang butuh teman untuk bicara tentang betapa dunia begitu menyebalkan dan tidak perlu diperjuangkan. 

Perlahan mulailah kau berjalan gontai turun dari tempat tidurmu, kakimu lengket, perih rasanya. Kau nyalakan lampu kamarmu, terlihat jelas sekarang genangan darah kering mulai menghitam menghiasi lantai kamarmu. Bau anyir darah dan asap tembakau sekarang semakin jelas mengisi indera penciumanmu. Kau tengok telapak kakimu dan bergaris-garis luka menyapa dirimu. Tertegun, kau mulai tersenyum, menggelengkan kepala, dan pergilah kau menuju kota untuk menjadi "normal" kembali selama beberapa jam ke depan. Diguyur air dingin, kena macet, digencet dalam gerbong KRL, kesal, mengumpat, diburu waktu, tertawa-tawa, bergosip ria, dan kena macet kembali, hingga tiba kembali kau ke kamarmu untuk berbincang dengan dia yang seharusnya tidak ada di sana.

Begitu terus sampai kau mati...

***

Nothing in this world can take the place of persistence. Nothing is more common than unsuccessful men with talent. Persistence and determination alone are omnipotent” Hard work beats talent every single time.

*click*
*pause*
*continue*
*play from the beginning*
Nothing beats the pleasure of a rich man. Some people might argue that being rich is the ultimate goal and the only way you can gain respect from society. How do you measure success and kindness? By being rich. There is no nobility in poverty. Face it! You made yourself a recipe for disaster when you chose to be an ordinary man.
Nothing is more painful than seeing other people stomping on you from their glorious throne, up there in the leadership level, wearing fancy suits, riding fancy cars.
Dust and smoke are all you get from your limited space.
Accepting your fate is a fatal mistake.
***
Sudah dengar kisah tentang mereka yang merobek kulitnya sendiri demi kepuasan? 
Sudah dengar kisah tentang mereka yang menyerahkan diri demi kepuasan?
Sudah dengar kisah tentang mereka yang meracuni diri demi lari dari dunia ini?
Sudah dengar kisah tentang mereka yang menjamahi diri demi kekosongan?
Sudah dengar kisah tentang mereka yang merawat diri demi kepalsuan?
Sudah dengar kisah tentang mereka yang membohongi diri demi kemaslahatan bersama?
Sudah dengar kisah tentang mereka yang memarahi orang lain demi kesedihan?
Sudah dengar kisah tentang mereka....
Sudah dengar kisah tentang...
Sudah dengar kisah....
Sudah dengar...
Sudah.
Aku dan kamu adalah mereka yang lahir, bertumbuh, berkembang biak, dan bertahan hanya demi konten belaka.
Hidupmu sia-sia, matimu sia-sia.
Lalu dari goa gelap tak berujung terdengar suara bising yang bergaung:


"Kalau mau pergi, pergi saja! Hanya pecundang bodoh yang tidak berani untuk mengambil keputusan besar dalam hidup dan menganggap kesia-siaan adalah ibadah demi "DIA" yang tidak jelas rupa dan tujuannya apa!"
Kita semua sudah jenuh dibodohi oleh sistem dan semua perkara yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan manusia lain. Apalah artinya batasan kalau semua orang ternyata bisa hidup tenang di luar batas nalar yang sudah ditetapkan? Bukankah keagungan dan kesucian adalah produk dari masyarakat yang takut akan kematian? Bukankah kamu tidak takut mati? Bukankah kamu hendak menikmati kebebasan tanpa aturan yang mengikat? Sistem adalah suatu rumusan aturan yang diciptakan supaya manusia punya alasan untuk menindak manusia lain demi kepuasan batin.
Katanya sih begitu...gak tahu juga yah...