Showing posts with label life once. Show all posts
Showing posts with label life once. Show all posts

What's Your Story? Hey Look! We've Made History (part III)

December 16, 2024 Samuel Yudhistira

Berjam-jam berbincang via telepon genggam tidak membuat dua orang ini bosan. Entah apa saja yang mereka bicarakan sampai tak sadar kalau waktu sudah tergerus habis sampai tipis. Suara-suara khas pagi hari sudah mulai terdengar dan kembalilah mereka ke dunia masing-masing. Aneh. Apakah dia adalah sahabat lama saya yang sudah lama hilang ditelan waktu? Atau kita memang pernah bertemu dalam kehidupan sebelumnya kalau kamu percaya dengan reinkarnasi? Musik, film, hidup, nilai, nilai, dan nilai terus muncul di dalam percakapan.

Canggih betul! Kita adalah mereka yang larut dalam dunia cinta 4.0! Terlalu canggih sampai kita lupa kalau hakekat  manusia adalah tentang benar dan benar. Masa lalumu adalah tentang oksitosin sedangkan diriku nikmati matinya serotonin di dalam kepala. 

Kalian adalah dua magnet yang saling bertolak belakang. Dipaksa sampai matipun tidak akan jadi!

Mari kita tarik mundur ke belakang sekitar tahun 2014-2015 ketika Jalan Bangka Raya menjadi pusat pertemuan kita semua. Lagu-lagu dari The Verve mengiringi perbincangan kita yang duduk melingkar dan berdiskusi tentang hidup. Menjadi tua dan menyebalkan adalah sebuah kondisi yang kita semua hindari. Kita yakin dan percaya bahwa usia tidak menjadi kewajiban seseorang untuk menjadi tua. Tua itu mentality! Kita adalah mereka yang bersatu dalam darah dan tidak akan pernah tua! Kami adalah mereka yang menolak matematika sebagai "tuhan" dalam setiap langkah kehidupan.

Sepuluh tahun dari sekarang kita akan menginjakkan kaki di atas panggung-panggung luar biasa di mana mereka yang hanya mengenal kita dari karya akan bertukar energi dengan kita. Indah bukan? Isaac Newton dulu bicara tentang musik!

Dostoevsky yang Agung pernah berujar:

The man who lies to himself and listens to his own lie comes to a point that he cannot distinguish the truth within him, or around him, and so loses all respect for himself and for others. And having no respect he ceases to love.

Iya! Saya tahu kalian semua pasti gak akan setuju tentang ini. Kalaupun setuju sudah pasti kita yakin kalau sebagian besar dari kita memang sudah dipaksa untuk berbohong pada diri sendiri sejak dari muda. Kita dibuat percaya kalau dunia akan baik-baik saja dan semua mimpi kita akan terwujud di kemudian hari. Kita dibuat percaya kalau kita bisa menjadi apapun yang kita mau kalau kita jujur pada diri sendiri. Dipaksa gila, dipaksa bercinta. Sampai suatu hari nanti dirimu akan sibuk membohongi diri demi harga diri dan sesuap nasi.

Tapi tunggu dulu! Bukankah semua orang berubah? Situasi moneter, geopolitik, dan juga sosial pasti berubah! Mungkin orang bukan berbohong tapi beradaptasi.

We are just altering our perspective.

Lalu tiba-tiba seorang tokoh baru masuk ke dalam hidupmu. Buyar sudah semua ekspektasi dalam hidup! Mulailah dirimu berpikir ulang tentang nasib dan hidup. Pikiranmu terus dibuat melayang tentang langkah apa yang harus kamu ambil berikutnya. Sudah terlalu tuakah dirimu untuk menikmati waktu? Apakah kamu melihat waktu sebagai musuh besar orang-orang baik?

Life. In its humdrum sense is worth avoiding. It's the factory for father, and the kitchen for mother. It's arguments at the dinner table. Missing children on the news. And through it all, a sense that things are slowly falling apart. Is it better to choose another record, to flip the lid on the pills and wait for something to happen? Is it better to turn out the lights, climb under the covers, until sleep invites you to a world you've always wanted? Is it better than the one that's in front of us?

A story unfolds. Saya melihat kedua mata yang berbinar tersebut dan melihat:

Betapa amarah menguasai dirimu tetapi betapa dirimu yang penuh dengan kekecewaan itu terus ingin bergerak dan menolak diam. Kekecewaan seringkali mampir di dalam kepalamu. Letih dan lelah adalah dua sahabat yang terus hadir membawa bencana.

Kedua matamu berbicara dengan bahasa yang tidak asing. Binarnya menolak padam walau beberapa kali dirajam! Kilau yang memukau menyiratkan optimisme di tengah lumpur kelam. Saya beruntung bisa hadir di dalam pantulannya.

Mulailah diriku bercerita dengan penyakit kronis manusia bernama nafsu. Kebendaan dan kedagingan kerap hadir menusuk masuk walau sudah terpagar. Kita pun jatuh, saya juga jatuh. Kita menghadapi keruhnya hidup. Mulai diriku berbohong pada diri sendiri dan mulai memaksakan reaksi kimia yang tidak seharusnya terjadi. Terlalu banyak suara di dalam kepala, terlalu dini untuk kita memegang kuasa.

***

10:15 Saturday Night, Yogyakarta

Seorang laki-laki pemalu mencari sudut keruh penuh debu dan sepi. Disapanya kedua teman lamanya yaitu Benci dan Dendam. Mereka merangkul si laki-laki pemalu yang tersenyum canggung menghadapi dua kawan lamanya. 

"Nilai adalah dasar dari segala sesuatu yang terlihat dan angka adalah bukti dari ketekunan dan kerja keras luar biasa," Si Benci mengucapkan kata-kata sakti penuh arti.

Tak mau kalah si Dendam juga berujar, "Jangan pernah lupa bahwa kamu harus menyembah entitas yang sifat-sifatnya dapat diketahui secara pasti! Akan aku beritahukan kepadamu hasil-hasil apa yang akan terjadi! Lupakan dunia! Telan pil! Tenggelam! Di dasar danau ada gua nyaman tempat sembunyi!"

Yogyakarta adalah kota yang menyenangkan untuk kita berpikir dan meramu ulang formula kehidupan. Sejak sudut favoritmu di Jakarta sudah dijajah oleh ketamakan dan lampu jalan sudah sulit menemukan sudut tepat untuk sekedar berhenti dan menikmati suasana.

Benci dan Dendam sayangnya merusak semua kenangan yang sudah diciptakan di Yogyakarta dan menggantinya dengan kesedihan abadi. Rusak semuanya! Apakah masih bisa diperbaiki? Entahlah. Mungkin sudah waktunya kamu meninggalkan Yogyakarta selamanya dan diam di Bekasi selamanya. 

Laki-laki pemalu bertaruh pada nasib. Benci dan Dendam berebut tempat di dalam kepalanya. Entah siapa yang mau kalah dan entah apa yang didapatkan si pemenang. 

                                     ***

Bagi mereka nafsu adalah kunci sukses. 

Bagi mereka uang adalah tanda hidup sudah benar. 

Bagi mereka hidup tanpa warna adalah kenyamanan. 

Bagi mereka hidup adalah tentang menang dan kalah. 

Bagi mereka orang-orang tidak beruntung adalah contoh dan objek untuk bersyukur. 

Bagi mereka cinta adalah tentang kestabilan. 

Bagi mereka bahasa adalah bentuk kemajuan intelektual. 

Tetapi bagi kita berdua semua yang tercipta di dalam dunia hanyalah kesemuan dan kehampaan tanpa batas yang bisa hilang kapan saja. Intepretasi terhadap narasi kehidupan kita ubah sesuai dengan apa yang kita mau dan kita butuhkan. Terkadang saya selalu lupa bahwa salah satu cara untuk menikmati hidup adalah dengan tidak peduli terhadap berbagai hal remeh temeh yang ditawarkan oleh masyarakat pada umumnya. Kita berdua? Ora umum! Mereka mengejar kesempurnaan palsu yang sangat jamak beredar di masyarakat sementara kita sibuk berdansa di atas pecahan-pecahan kaca. Nikmati sakit dan ketidaknyamanan sampai kita sadar bahwa kenikmatan abadi adalah sebuah perjalanan dan bukan tujuan. 

Saya ingin juga mengucapkan "SELAMAT DATANG!" kepada dirimu yang sudah secara sadar dan penuh cinta masuk ke dalam duniaku yang ajaib. Mari kita nikmati lara ini sambil membunuh kepahitan di masa lalu. Karena suatu hari ini saya yakin ketika kita berdua saling berucap janji abadi untuk selamanya semua hal-hal gila yang sudah kita lewati hanya akan menjadi penghantar tawa dan tidur kita berdua. 


Hai kamu makhluk manis yang tiba-tiba datang dalam hidupku, 


Terima kasih! Saya sedang menikmati cinta yang lahir dari kemajuan teknologi dan sedang melakukan kalibrasi ulang di dalam otak saya. Selamat menikmati! Mari berjuang kembali dan bersama-sama belajar untuk sebuah kehidupan yang tidak akan pernah pasti. Karena kita tahu kepastian hanyalah milik TPU dan kantor pajak. 


Saya cinta padamu. 

,

Life's Quick, You're Slow!

September 30, 2023 Samuel Yudhistira

Jakarta, 22 September 2023


Was it doubted that those who corrupt their own bodies conceal themselves?
And if those who defile the living are as bad as they who defile the dead?
And if the body does not do fully as much as the soul?
And if the body were not the soul, what is the soul?

Once upon a time miles away from where you seated a man with a broken soul lived with his vivid anger upon the world. He never spoke about his fears. He rarely spoke about himself. He made people laugh with his outgoing personality. He lied to everyone about how happy he was. He lied to himself about how he could overcome his painful life. He is a liar. His broken thoughts involuntarily took the best of him. He stayed all night to ensure that life would be so kind for a moment. It was impossible to stop, impossible to go back, and impossible to close his eyes or avoid seeing that there was nothing ahead but suffering and real death...complete annihilation. 

Steady yourself! Courage! 

Today or tomorrow sickness and death will come (they had come already) to those I love or to me; nothing will remain but stench and worms. Sooner or later my affairs, whatever they may be, will be forgotten, and I shall not exist. Then why go on making any effort?... How can man fail to see this? And how go on living? That is what is surprising! One can only live while one is intoxicated with life; as soon as one is sober it is impossible not to see that it is all a mere fraud and a stupid fraud! That is precisely what it is: there is nothing either amusing or witty about it, it is simply cruel and stupid.

No confession is holy no more. There's no such a thing. We may have confessed our sins to men but deep inside we may hide our biggest ones. The ones that we refuse to say it out loud. Isn't it an irony to have God's representatives in the world to hear and legitimize our confessions? I don't believe them. They are as sinful as I am. Those are all words with no meaning, for in the infinite is neither complex nor simple, no forward nor backward, or better or worse.

The art of shredding...

Should I lid another pill? I think I should. It's funny when caffeine works together with these substance in creating such a beautiful journey to the world I've always wanted. I used to call it a funny trip. It ends way too soon most of the times so I need to regain another one just to make sure I'm in the right way. Screaming in anguish...Pantera on my old stereo deck...Phil's voice brings back so many good and bad memories of my life. All of the sudden I feel warm liquid streaming through my left arm..it's blood...blood stains my shirt and the floor below me. I don't give a damn about it. All I want to do is just enjoying the moment where I live in. The trip is the destination. The raw power! I feel more live than death. Can you feel me? I take my old Converse and write on it: VULGAR DISPLAY OF POWER in honour for my favourite quartet in this world of shit. These brown-red stains? Forget them! I can see beauty in pain and when I do, I feel infinite. When I'm rushing on my run and I feel like Jesus' son.

My heart beats like crazy. I take a look at the mirror and start talking to myself. This is it! This is the, beautiful friend! This is the end! Please make sure they'll put my favorite tees on me. I don't wanna be another casual looser in my casket. Please put The Doors on my funeral and let them talk about how they think they know me. All these people, they are the ones killing me.

I woke up at the hospital again.

 ālea iacta est 

Let's go back a little bit, shall we? To the time where we had no point of return in life. This is the biggest decision in your life that will put you in a position where you can't turn around a go back to the start. You imagine the great Roman emperor, Julius Caesar when he stood at the bank of Rubicon river. He knew he had to march his soldiers back to Rome but many of his legions allegedly advice the emperor not to cross the Rubicon. Yeah, people always have their counter opinion to every move that you will take either for bad or good. This one's no different. This great image of yourself in distress appears every time you go to bed. You can't barely breathing. You have to take an action against all odds. And so it begins. And end to a new beginning. The die has been cast. Take a step now, my son! Your dues are paid with blood and sweats. Those wasted youths are made for you to be a reminder of how a mistake can affected your life severely, joyously, and beautifully. 


...from the cradle to the Garden of Eros....

In the corner of my room there laid the Great Sphinx starring at me with her lustrous eyes. Watching every move I made. She will remain outwardly beautiful while she commits fouls and evil deeds. The world loves her but not the nature. The world keeps her as a trophy while nature despise her with disgust. Don't get fooled by her nature but please be aware of her world. She offers you lust but you need life. You choose life, aren't you? A choice you made several years ago. Did something happen between you and her? Yes. 

The hidden secret of eternal bliss
Known to the Grecian here a man might find,
Ah! you and I may find it now if Love and Sleep be kind.

They were indeed very kind but deadly as poison. When love and hate collide, your confusions erupted, creating one of the great turbulences in your life. Lust was a lie. Love was temporary. Sadness will be forever stay in your heart. Her sacrifice is hiding in a lie. The biggest upset is coming to your heart. No one will ever fill the void unless you want to. Say hello to sertraline, oxalate, SSRI, hexymer, and fridep to temporarily hold you from doing all the things in life you'd like to.

La gloria di colui che tutto move per l'universo penetra,

 e risplende in una parte più e meno altrove.


A hostage to kindness from the cradle to the grave.

Enak banget lu! Tumpahin semua ke dunia lalu menikmati candu kenyamanan tanpa harus susah payah. Gak bayar pajak, cicilan, tagihan, dan iuran barang sepeserpun. Bukankah tidak menjadi adil kalau satu dari seribu mendapatkan kenyamanan tanpa kesusahan sementara yang lainnya makan lumpur tanah? Itukah versi adil surgawi? Menang lotere kehidupan namanya! Sudah saatnya kita nyalakan kembali obor revolusi dan ganyang mereka yang hidup nyaman! Ayo! Maju! Serbu! Serang!


Sementara mereka menjerit di terik panas berharap didengar, tidak jauh dari tempat mereka berteriak sebagian besar orang-orang dari golongan serupa nampak bersantai ria menikmati sejuk rimbun pohon petaka yang lebat daunnya, nikmat buahnya. Mereka tidak peduli. Buat apa harus peduli? Bukankah hidup hanya sekali ini saja? Jangan dihabiskan untuk membela hak yang tidak jelas asalnya dan menjalankan kewajiban yang tidak jelas akhirnya.

Petaka adalah berkah terselubung yang sangat bisa dinikmati kalau kalian tahu cara paling tepat untuk mengolahnya.

Sang Bandar besar nampak tertawa terpingkal-pingkal melihat tingkah polah konyol mereka yang berusaha memenangkan lotere dunia karena gagal dalam lotere kehidupan. Lotere dunia masih bisa didapatkan asalkan kalian punya persistensi  dan kegigihan tingkat tinggi. Keahlian nomor sekian, yang penting tahan banting! Begitulah jaminan Sang Bandar kelas kakap yang tanpa umbar malu menggagahi moral mereka yang bertekuk lutut menghadap ke atas mengejar gemerlap yang entah dari mana datangnya.

Suara-suara berlalu dan tetaplah begitu sampai mereka yang sudah ada di langit membuat langit runtuh karena sudah kepenuhan kapasitas. Jika itu semua terjadi maka terlambat sudah...mereka yang hidup di neraka akan masuk neraka kembali. Selamat datang keadilan!






,

...perfect love is like a blossom that fades so quick...

September 20, 2023 Samuel Yudhistira


I don't love you, I never was. Maybe I was just too lonely and miserable. It wasn't love at all. You misjudged my feelings. But, that's OK! I just need a company anyway. You hate the glitters in the world. I love to be an exhibit in the museum of lust. One that will be paraded as a trophy in the hands of men. Isn't it an ironic thing? A fool, that's the best thing a girl can be in this world, a beautiful little fool. Who wrote that line? Fitzgerald, right? I don't need no more struggle. I've already had few in my big pocket. I wanna be able to find happiness and comfortably in this superficiality that you will never be able to provide. 

Don't you love all the designer's? 

The harder it is to pronounced, the more you can't afford it. That's what I like. Yes, I am that one lady bossing around to hide my insecurities. Is there any woman out there who are proud of their flaws and willing to embrace the fullness of life? I don't think so. I went to finest school only to get juiced in it. I tasted freedom in a small district of their western hemisphere only to prove a point that I ain't no better than the other folks. A small portion of a dictator's named airport will be forever living in my unknown live. Then I went to some wacky foundation where all the corrupted money would be laundered in a very noble way. I am a subject. I sacrifice my intellectual and intelligence depth to be something I am not just for the sake of societal expectations. 

That's my life at a glance. What do you know about freedom? Liberty? Equality? Fraternity? Boy, you know nothing at all. What do you read? Verlaine? Saint-Exupéry? Camus? Balzac? Those are for uncultured swine like you. Arthur Rimbaud? What are you? A fatalistic? You know nothing about art anyway. You just love to recite these sewer born poets and think that you know more than others. I was there. I spoke the language. I saw the people. There weren't like what you may think.


Bandung, West Java, 2021

We sat down in a bench nearby. My shirt was soaked with sweat. You brought a bottle of mineral water and I started to rant about the weather. I hate factory visit and so are you. Your awkward smile and laugh made me a little bit warm inside. You asked me to unbutton my shirt due to the heat which I refused sporadically. You asked me why do I always wear a long-sleeve shirt even when it's hot outside. And I said to you that I hid something under my shirt. Some heart-torn scars that might scare the hell out of you. You wanted to see them. So I folded my shirt and you see them scars carved on my arms. 

"Well...those are battle scars. Scars that are proving a point to you," she said.

"What's the point of all these "battle scars" you've mentioned," I asked her again with a grinning smile. 

"That you've been through hell and managed to survive...and then we met in a very weird coincidence," 

"Yeah...you're right,"


The Tell-Tale Stories of Someone in a Hiding

Are we all the heroes of our own stories? Whatever decisions we made we'd manage to slay the vicious dragon in a castle and take our priceless chest. It's a tale of terror and detection. It's our story. Along the way you'd meet some random people, thieves, betrayers, kind people, any kind of people the world has to offered. 

Do you wanna live forever in your hiding? The liberty you've found is abducting you from yourself. You are someone else. Beware of enthusiasm and love. Each is temporary and quick to sway. It's king for king and queen for queen. The perfection of love is creating a huge amount of imagination that someday might kill you. It's like a blossom that fades so quick. If someone ever told you to look at yourself, well, never look. 

Success is rather inconceivable at first but you have so many ardent admirers of your stories. They could conjure all the hard knocks of your rough and tumble stories. Words like violence, break the silence. They are sometimes meaningless. Come crashing in into my little world. Can't you understand? Nature's a language, can't you read? All these conventional, pompous societies are denying our true struggle. The way you play with words is slightly dangerous. Barely anarchy. 

*Is it illegal to let these kids ruling the dancefloor?*

Di dalam kesendirian manusia terkadang mampu untuk melihat menembus dinding-dinding nalar. Dikoyak-koyak sepi. Gelap adalah teman sejati. Dia tidak akan menilaimu dari wujud yang diwariskan secara genetik kepadamu. Di dalam kesunyian manusia menjadi abadi. Meninggalkan raga dan terbang ke udara menjadi sama seperti mereka yang dahulu pernah ada. Menjadi tidak terlihat adalah sebuah kemujuran.

In a room far far away from the people who don't care if you live die you laid yourself on the bed. Smoke, lamps out! You are gazing onto emptiness. Dry blood, sweat, and other unwanted fluids soaked on the bed. Your dull jack knife wasn't reliable. The artificial happiness that you set the other night wasn't enough to fill the huge void inside your head. You looked at yourself in the mirror of the big armoire beside the bed . . . Of all the ways to be wounded. Suppose it was a funny one. You are a fugitive but you don't know what you're running from. You just want to run away from the twisted reach of crazy sorrow.

*The ideas of a big revolution against the upper class are roaming inside your head. Why should one become the ruler of all people?*

Hours and hours wasted. Who will survive? Will we make it alive? The fakest ones are the safest ones. Those who insist to be themselves completely will annihilated completely, wiped out from this world. Will you give yourself to this fake surrender? You are forced to be someone you are not. In this dire situation you will find those who are true to what the believed in and those who are opportunistic enough and give in. 

It's better to be burned than to fade away.

It's easier to run replacing the pain with something numb. Now look! We are on the top of this mountain. There are high white clouds above our heads. We sit here, absorbing the energy of our surroundings. Soon it'll be clear enough that we both are one piece of a war torn individual seeking for inner peace. We are one, a unity, one solid form of human desperate to find the meaning of life. Maybe they're right, the journey is the destination. 

In this place of no mercy you're asking yourself these questions:

"What does it take for a man to lose his dignity? How far can he fall to pay the price of survival? How long can he fly with his broken wings? Is this darkness in you too? Are you righteous? Kind? Why did it happen to you, to us all? Who are we?"

We are the grunts. That's what they call us. Grunts. Those who are willing to do anything for a piece of bread, a full plate of rice. Those who are willing to get their hands dirty. Those who came from gutter and sewer. Those who are just a bunch of unknown nobody. Those who have nowhere to go. No sparks nor light. We are just a few lucky grunts. 

No one will affected by our absence. Our graves will be unmarked without tombs that are carved with a phrase of bible and all the good things. Commoner is just another way of naming us. People die everyday. Nobody's special...especially us. When you are living to die every minute is an eternity. Days are lost, months blend into one another and the only reality you know is in the moment. And moment hangs you over like death. Take a feisty good look around you. What did you see, beside despair and desperation? 

Some people rely on their academic experience to survive, some with their family's wealth and possessions, and some people use their animalistic instincts to live. It amazes me...the will of instinct. It brings us humans to the time where you don't have to leave your house and to face the reality. 

Who's mocking us? Calling us names whatsoever and laughing hysterically in a thin air.

In death there is no second chance. It's dark...cold. So that's what you think about when you die: the real value of all you've done with your life and all that you might have done. If only you'd had a second chance. Life doesn't wait for an individual, especially life as a common people. You have to do it on your own unless you have mate to pick you up when you fall.

But in the world of shit, in this hiding place, you have no one to be trusted. They are all waiting for you to make a grave mistake and taking an opportunity to let you down. An ache in your soul is their ultimate goal. Make a false move then you are gone forever. So stand your ground! On your feet! On your own!

Sometimes in your sleep you are dreaming of a play. A play made by one of the best authors. A play that you read when you were barely speaking the language. The third act  of this play recited in your long minutes of dream. And in this particular place, the third act of the play keeps coming over and over again where it says:


To die
To sleep
No more
And by a sleep to say we end
The heart-ache and the thousand natural shocks
That flesh is heir to, 'tis a consummation

The oppressor's wrong, the proud man's contumely,
The pangs of despised love, the law's delay,
The insolence of office and the spurns
That patient merit of the unworthy takes,
When he himself might his quietus make
With a bare bodkin? who would fardels bear,
To grunt and sweat under a weary life,
But that the dread of something after death,
The undiscover'd country from whose bourn


No traveller returns, puzzles the will
And makes us rather bear those ills we have
Than fly to others that we know not of?

W
Jakarta, 15/09/2023
, ,

The Desire of Not Exist

September 14, 2023 Samuel Yudhistira



We reject all notions of the existence of greater power. Our utopian world is simply only exist inside our naughty mind. This great unbearable pain. Who did this to us? Who lit this flame into us? Who are we? The legendary story of a man who is predestined to destroy himself but not defeated. This great obsession of being disappear completely is fascinating. Don't you think the same? We become unknown, a man without past nor future. We live forever inside people's mind through ideas, an invisible ones, the invisible ideas of perfection. 

My darling, life is never kind even in your dream. We are born to to die. We can't choose and always ordered to listen. Sometimes, I imagine whenever I go to bed I have some sort of options about what dream should I dreamt of. Do you ever wake up with your t-shirt soaked in sweat? The first thing comes into my mind when I wake up is regret. It hurts. I wanna close my eyes and never to wake up again. I see diamond skies, purple rain, windy beach, and there's never a day go by without misery. 

Is death will be the answer to all this unanswered questions? I'm afraid of dying. But this deep relenting permanent hatred of myself is keeping me away from you. It makes me feel unworthy, albeit briefly but still it only makes things around me crumble or perish.

"Oh Captain! My Captain!" he shouted. The ship is tilting hard to the left, uncontrollably, the men move to their stations trying to stabilize the ship. 

This gigantic emptiness, episodic manic depression, and radical mood swings are sending me a message: It is better to be a non-existent than exist without love. Waves and waves of broken thoughts are flooding my brain with all the unthinkable acts to end my miserable life. I'm just a log floating in the sea. Madman with a great taste. Don't we all agree that taste can't be bought with all the materialistic things in the world? A thin red line that separates us from this obnoxious society. 

Who's killing us?

Still here, I carry all my old burdens. I carry them, men, women, I carry them everywhere I go. I swear it's impossible to get rid of them. I am filled with them and I fill them in return. Now, if a thousand perfect men were to appear it would not amaze me. Now, if a thousand beautiful forms of women appeared it would not astonish me. Here is the efflux of a soul. The efflux of the soul comes from within through embowered gates ever provoking questions, these yearnings why are they? These thoughts in the darkness why are they? Listen! I will be honest with you. I do not offer the old smooth prizes but offer rough new prizes. These are the days that must happen to you: You shall not heap up what's called riches. You shall scatter with lavish hands all that you earn or achieve. You but arrive at the city to which you were destined, you hardly settle yourself to satisfaction before you are called by an irresistible call to depart. You shall be treated to the ironical smiles and mockings of those who remain behind you. What reckoning of love you receive you shall only answer with passionate kisses of parting. You shall not allow the hold of those who spread their reached hands toward you.


But one fine sunny day, don't know when or when you will remember that once a man with all his gentleness, kindness, and weaknesses said:

I give you my hand! I give you my love more precious than money, I give you myself before preaching or law. Will you give me your hand? Shall we stick together as long as we live? If there's a sequel, would you love me as an equal? Would you love me until I'm dead? Or is there someone else instead? Will you come travel with me through this endless journey? Let's change the world! It may not work but it sure is a fun trying.


Lalu dari balik mata yang sudah renta butiran air mata mulai mengalir mengingat betapa hidup begitu menyenangkan. Betapa dunia pernah sangat indah. Seketika kau memejamkan mata dan kau berada di sana. Di momen yang kau selalu harapkan bisa terulang kembali bersama dengan dia yang kau harap bisa hidup kembali. Derap langkah cepat ketika hujan membasahi kota Jakarta, suara tawa di tengah kegusaran kota, dan senyuman manis dalam kepahitan dunia kembali mengisi relung pikiranmu. Tarik nafas dalam-dalam dan tersenyumlah. Karena mereka akan selalu abadi di dalam kenangan yang eksklusif hanya milikmu seorang. Setiap suara, sentuhan, dan bahasa badan yang terjadi menjadi milikmu seorang. Nikmati itu semua! Di tengah kebisingan  mesin-mesin kota yang terobsesi dengan uang, di sebuah sudut terkepung pencakar langit kita berdua pernah bermimpi tentang kesempurnaan di tengah kekacauan. Mereka berbicara tentang dunia. Mereka berbicara tentang kita. Suara-suara manis penuh cinta terus datang dalam bahasa yang berbeda.


Maka sempurnalah semua yang dirimu harapkan.


I ain't got nothing but regret. Do you remember when made those promises near the gates of your campus? The narrow street led us to a very strange feeling. We were lucky few. How I wish I could say something to you that evening. Maybe some pretty words that I used to say or maybe complimenting your look or just to tell you that I had a very great time and so glad that I spent it with you. My lips were sealed. Now, with these words I just want you to know that I had a pleasant time with you, that day, in Bandung, it was such an amazing experience. Thank you. 


The desire of not exist. Thousands of people are disappearing completely every year. No traces, no words, no letter nor messages, no nothing. Where are they? Becoming victims of human trafficking? Probably. Or maybe they just have found themselves completely. They've found inner peace and make a peace with the situation that most people couldn't comprehend. Without judgment nor validation from the outer world. Ain't that pretty? New identity, new biography, new life, new name. I value those who have guts to erase themselves from the map and start a new endeavour in life. A rendesvouz with destiny. I remember a scene from a movie when the first known recorded blues music was listened by those who make it. When people from the National Library asked him  about what he thinks about listening to his own piece, he said: "It's like...meeting myself again for the first time," and that's what a new life is. To meet myself again. That's the point of this great desire of not exist: scrap the old one and start a new one. How wonderful life is when you can press the "reset" or "rewind" button easily. This great imagination of being able to control time fascinate me even to this very day. 

,

Pada Suatu Hari Ketika Matahari Sedang Jahat-Jahatnya (Bagian Kedua)

August 29, 2023 Samuel Yudhistira

Untuk dapat memahami konteks silakan membaca bagian pertama di sini walau saya yakin tidak akan ada yang mengerti juga kecuali mereka yang turut hadir dalam peristiwa tersebut.


Sebuah sudut yang menyenangkan di selatan kota Jakarta. Kita semua masuk ke dalam satu ruang tidak terlalu luas untuk menyaksikan perhelatan musik yang diadakan secara kolektif oleh sebuah perguruan tinggi swasta. Menarik. Semua senang, semua terhibur, dan semua larut dalam pertukaran energi antara pemusik dan penonton. 


"I'm an addict. I'm addicted to pain, self loathing, and self sabotaging. The only people who have interest with me are the mad ones. Those who are mad to live, mad to die, mad to anything. Aren't we all the same kind? Long live the uncertainty! We all know the end is near, very near, and the only thing we can do is just suck it up. We should talk again real soon. Share some deep shit together before we all get too old,"


Hujan semakin deras turun dan malam semakin larut. Semua toko sudah tutup dan kita semua berteduh di depan salah satu toko. Anggur merah, kopi, dan kretek menemani kita semua melawan dinginnya malam. Tidak ada tanda hujan akan segera reda dan tidak ada tanda ingin segera pulang dari salah satu di antara kita. Semua nampak bahagia. Langit tidak lagi hitam malam ini, semuanya biru tua.


"What are we going to talk about? A father we never had? Don't feel sorry for me. 'Cause we can't lose what we never had. What's left in us? Nothingness. You are one lucky son of a gun. You've survived, man! Ain't that pretty? Hundreds of people might have just blown their brains out. But you, you've managed to deal with the ordeals. Earn it! It's yours. To live and to life!"


Beberapa dari kita mulai hilang kendali atas dirinya. Alkohol sudah mengalir deras di dalam urat nadi dan substansi kimiawi menambah semarak malam. Tertawa lepas tanpa beban. Jadilah kita mesin hedonis paling angkuh yang pernah menjejakkan kaki di muka bumi. Tidak akan ada orang yang mengeluhkan suara kita karena kita ada di bagian kota di mana moralitas hanyalah akal-akalan mereka yang tidak bisa bersenang-senang seperti kita. Kita hanyalah bagian kecil dari dekadensi yang terjadi di sekitar kita. Musik, film, agama, politik, teologi, isu sosial, kenangan masa silam, gosip teraktual tak terukur, dan literasi menjadi santapan malam kita dalam percakapan tidak berujung. 


"After all, we are only ordinary men. If you make more than the average guy it doesn't mean that you're better than the average guy. Screw it! Being average is a privilege. You don't have to think about what are you going to wear, what language you speak, what words to use, or what kind of manners you are going to apply. You just be you. Isn't it wonderful? My dad used to beat the shit out of me because he didn't know how to raise me well or maybe the only he knew was that. Men are designed to be tough. He can be defeated but not destroyed."


Selalu ada jeda dalam setiap percakapan. Setiap kali tertawa keras setelah seseorang mengeluarkan candaan kita semua tunduk tenang menatap entah apa yang ada di depan mata sambil berdiam diri menarik nafas secara ugal-ugalan di tengah lamunan. Entah sadar kalau isi candaan tersebut merefleksikan hidup atau memang kita semua rajin dan pandai dalam menyembunyikan luka di dalam hati kita masing-masing. Dunia terasa begitu sempit. Ternyata alkohol yang mengalir deras di dalam sistem darah kita tidak mampu membuat perasaan kita menjadi lebih baik daripada sebelumnya. Selalu saja ada titik di mana kita merasa dunia sedang tidak baik-baik saja bahkan ketika kita tertawa bersama.


"All is gravy, man. Most of us will definitely die here, unknown, and all you have to do is enjoy your time being wasted. Some will be lucky enough to form the "dream life" and the rest will either torn their leather jacket, get a haircut, and become part of the system. Nothing is wrong anyway. We are all part time punks, aren't we all? You'll shine. Trust me. If you can't change the whole world the least you can is changing my world, ain't that big enough for you?"


Sepatu kami penuh lumpur, peluh membasahi t-shirt kami, dan tetap saja kami menemukan hal-hal untuk ditertawakan. Siapa peduli besok akan jadi apa atau besok akan seperti apa? Selama botol-botol minuman kami belum kering, selama itulah kami akan terus bergembira. Lihat sekitarmu! Puntung-puntung rokok bertebaran, abu rokok bercampur air hujan menjadi genangan lumpur kecil, dan kami tetap saja santai duduk di pelataran toko tanpa tersentuh oleh gangguan-gangguan kecil tersebut. Kenyamanan adalah ketika kita tidak merasa terganggu oleh sekitar kita. Tidak perlu ada standar. Selama kamu menikmati, selama itulah kenyamanan itu akan ada.


"To change the world, it may not work but it sure is a fun trying. That is brilliant! Where did you get it from? A zine? Wow, I never thought a dusty pretentious zine can produce such a remarkable words. Anyway, do you still write? I love your writings. They have no boundaries. Sometimes it  takes guts to be able to write such a provocative issue. You did it! Boy, you've got guts!"


Hidup terus tanpa berpikir tentang konsekuensi yang ada. Ketika kita bicara tentang hidup dan mati kita semua terpaku pada kenyataan kalau kematian masihlah sangat jauh di depan mata dan kenikmatan hidup pastilah dekat dan terlalu nyata untuk tidak dinikmati. Hiduplah seperti engkau akan mati besok. Hari semakin tergerus dan semua mata mulai menunjukkan tanda-tanda keletihan. Hujan sudah reda dan satu per satu meninggalkan tempat duduknya. Merenggangkan otot-otot sejenak sambil mengumpat karena perjalanan yang akan ditempuh dan betapa pengaruh substansi belum juga usai. Tinggallah beberapa orang yang masih menantang malam untuk tetap diam di tempat dan larut terus dalam percakapan tak berujung.


"I wish I could sing like you. I wish I could write like you. I wish I could think like you. If you said that your form of art is just pile of rubbish then what else..? Don't listen to them, listen to yourself. Only you can be you. When in doubt, listen to David Bowie. He'll change your mind. Ahh you sound silly anyway. Dozens of jealous eyes are staring at you right now because they have nothing to be at least the same as you now, my friend. You choose how you live. Courageously or timidly. The choice is yours. You tell me that you just wanna die and refuse to feel anything, don't you? Screw it! Death knows only one thing: it is better to be alive."


Berjalan lurus saja sudah sulit tapi tetaplah dipaksa daripada harus tidur menghabiskan malam di pelataran toko pinggir jalan. Mungkin deru jalanan dan getaran dari mesin motor akan membantu dirimu terjaga dan fokus mengendarai kuda plastik bermesin otomatis tersebut. Wuah...benar kata seorang kawan tentang betapa menyenangkannya ketika perutmu hangat dan diterpa angin malam kota Jakarta. Semua warna nampak lebih menyala dan semua orang nampak lebih bahagia. Apakah mereka benar-benar bahagia? Tidak ada yang tahu. Mungkin mereka lebih bahagia karena mereka mampu untuk membeli makanan dan minuman yang dijual dengan harga fantastis. Mungkin mereka lebih bahagia karena mereka mampu untuk memesan makanan dan minuman yang kita juga sulit untuk menyebutkannya dalam bahasa asing tersebut. Semua orang memang nampak lebih cantik dan tampan dengan gemerlapnya lampu-lampu neon tersebut.


"Stop being a self-pity moron, will you? People like you, like me, like us here, we see things differently from our society. We are the outcast, the creatures of midnight! Can't you bloody see it? All those glams and lamps are for common people! Us? We tend to love our dye in our hair, nowhere towns, words we use, music we listen, cheap cologne, wittiness, all the things that our society avoid. We few, we happy few, we are the creatures of midnight, my friend. Come on now! Shed your blood with me and you shall be my brother."


Pada akhirnya ketika semua kemeriahan selesai kita kembali terlelap di kamar tempat kita banyak menyuarakan mimpi dan mimpi dan mimpi dan semua mimpi tersebut masih bersuara di kamar tersebut hingga hari ini. Terkadang kita terbangun dan lupa tentang apa yang sudah terjadi malam sebelumnya. Terkadang kita terbangun dan melihat wajah-wajah mereka yang mesra denganmu masih terlelap. Suatu hari nanti kita akan menyadari betapa hari itu sangatlah berharga, betapa kenangan akan kita yang pernah muda dan penuh impian sangatlah indah. Ya, beberapa sudah lupa caranya bermimpi. Hanya sedikit yang masih bermimpi. Lebih sedikit lagi yang pada akhirnya menghidupi mimpi tersebut. Mimpi tentang keriaan tak berujung yang membuat beberapa orang pada akhirnya menjadi gila. Mungkin memang tidak semua dari kita dilahirkan untuk menjadi pemimpi. Atau memang ada yang masih ingin terus terlelap dan bermimpi hingga akhir hayat atau sampai hari kiamat. Sudut selatan Jakarta tempat kita berbagi kesenangan sudah menjadi sudut membosankan tempat para dekaden moral berkumpul dan setiap kali saya lewat sana saya selalu ingat kalau di sana kita pernah tertawa lepas hingga perut kita kram dibuatnya. Yes, sir! We were lucky. We were the fortunate ones.

, , ,

Eulogy (II)

March 14, 2023 Samuel Yudhistira

Sudah beberapa kali disampaikan kalau durasi bukanlah segalanya. Mereka yang ada ketika kau pertama kali menghirup oksigen di bumi belum tentu menjadi orang-orang yang paling mengenal dirimu. Bisa jadi mereka adalah sekumpulan manusia yang bersyukur kau sudah pergi dunia orang-orang keren.

Ketika kau mati, kau tidak bisa memilih mau dikubur di mana, bagaimana upacara pemakamanmu, siapa yang boleh datang dan siapa yang tidak boleh datang, mau pakai baju apa, mau disisir seperti apa, semua sudah diserahkan kepada mereka yang "lebih berhak" dan dianggap sudah paling dekat dengan dirimu.

Asap rokok mengepul, perbicangan tentang kuasa, gosip, kenangan, hiburan, rasa iba,pelayanan, ayat-ayat suci, kisah-kisah bodoh, dan hawa berkabung memenuhi ruangan. Keluarga, kerabat, sahabat, dan para penjlat datang mengenakan baju serba hitam. Kami yang turut berkabung sambil ketawa-ketiwi lihat jokes absurd di grup whatsapp, kami yang berkabung sambil fokus membaca tulisan-tulisan motivasi dukacita untuk dibagikan ke sosial media, kami yang berkabung sambil sibuk mendokumentasikan, kami yang berkabung sambil sibuk membicarakan orang-orang yang hadir, kami yang berkabung sambil membicarakan tentang betapa berdosanya mereka yang mengambil jalannya sendiri menuju dunia orang-orang keren, dan kami yang berkabung sambil menggerutu tak sabar untuk pulang kembali ke rumah.

Lalu dirimu datang, mengokupasi panggung, menarik semua mata, dan menyuarakan semua kebenaran di antara kepalsuan. Lalu dirimu berkata:


This is my second time meeting Sam. He didn’t seem uncomfortable sleeping in this narrow wooden box. He even looked, a bit relieved? I didn’t understand.

Nice suit, Sam. Although you were a bit cold and blue.

As we only met once, on a hot day of March in Yogyakarta, it’s — I don’t know how to label this feeling; is it sadness? But I haven’t gotten to know you too well to earn a proper right to grief — wordless, to see you gone.

Is it disappointment? For the possibility of wandering together through a meadow full of twists and turns had just slipped through my fingers.

Is it confusion? A reminder of how our fate could be that absurd, and altered in just a split second.

*mic meraung*

*feedback*

*hadirin terkejut*

Ah… I’m sorry, Sam, for making this about me. While it should be about you. 

So, hi again Sam, it’s me. Nice suit.

I was hesitant to embrace the feeling. But now I know; to me, for the short 3 hours — and the additional 3 hours afterwards on the phone — that I and Sam talked, I have earned a proper right to grief. I don’t know how to materialize the way I know… or rather, knew, him, in words. For no syllables, no phonetic sounds, would suffice.

I just know, that Sam would understand me, my understanding of him, and the exact sensory receptions in my organs, even now in his perpetual sleep.

It’s even nonsensical to say ‘this is the end'. For an end to take place, something must have begun in the first place.

Tidak jauh dari tempatnya berdiri kamu hanya bisa memandanginya tanpa bisa menyentuh. Geram rasanya...Ingin kau berlari lalu memeluk sosok yang baru saja melontarkan kata-kata tersebut dan berkata kalau semua akan baik-baik saja.


Kami yang ditinggalkan adalah orang-orang paling sial di dunia...



, , ,

Ada Kamu Duduk di Ujung Tempat Tidurku

December 05, 2022 Samuel Yudhistira

Sama seperti malam-malam lainnya terbangunlah dirimu dari tidurmu. Keringat mengucur deras dan mulai basah kaus oblong robek-robek yang sudah lebih cocok menjadi kain lap itu di tubuhmu. Sayup-sayup suara kucing yang berkelahi dan bersenggama terdengar di kamarmu. Kesal dirimu menghadapi matamu yang menolak untuk terpejam barang beberapa jam saja. Bangun, duduk, kau usap-usap wajahmu sembari mencari kesadaran yang entah ada di mana. 

"Bukan, bukan, gak ke sini mainnya. Kayaknya kuncinya salah," suara itu tidak asing datang dari sudut kanan kamarmu tepat di ujung tempat tidurmu.

Menolehlah dirimu dan mendapati dia yang seharusnya tidak di sana sedang asik memainkan gitarmu. Jemari-jemarinya sedang berusaha menekan dawai, membentuk chord, menjadi nada yang entah sumbang atau merdu terdengar.

Mata kalian bertemu, kau tersenyum, lalu tertawa, lalu kalian berdua mulai bertukar nada, irama, aksara, dan tanpa sadar matahari mulai datang. Perlahan buyar kawanmu, menguap bersama embun, terbang, hinggap di kepala lainnya yang mungkin sedang butuh teman untuk bicara tentang betapa dunia begitu menyebalkan dan tidak perlu diperjuangkan. 

Perlahan mulailah kau berjalan gontai turun dari tempat tidurmu, kakimu lengket, perih rasanya. Kau nyalakan lampu kamarmu, terlihat jelas sekarang genangan darah kering mulai menghitam menghiasi lantai kamarmu. Bau anyir darah dan asap tembakau sekarang semakin jelas mengisi indera penciumanmu. Kau tengok telapak kakimu dan bergaris-garis luka menyapa dirimu. Tertegun, kau mulai tersenyum, menggelengkan kepala, dan pergilah kau menuju kota untuk menjadi "normal" kembali selama beberapa jam ke depan. Diguyur air dingin, kena macet, digencet dalam gerbong KRL, kesal, mengumpat, diburu waktu, tertawa-tawa, bergosip ria, dan kena macet kembali, hingga tiba kembali kau ke kamarmu untuk berbincang dengan dia yang seharusnya tidak ada di sana.

Begitu terus sampai kau mati...

***

Nothing in this world can take the place of persistence. Nothing is more common than unsuccessful men with talent. Persistence and determination alone are omnipotent” Hard work beats talent every single time.

*click*
*pause*
*continue*
*play from the beginning*
Nothing beats the pleasure of a rich man. Some people might argue that being rich is the ultimate goal and the only way you can gain respect from society. How do you measure success and kindness? By being rich. There is no nobility in poverty. Face it! You made yourself a recipe for disaster when you chose to be an ordinary man.
Nothing is more painful than seeing other people stomping on you from their glorious throne, up there in the leadership level, wearing fancy suits, riding fancy cars.
Dust and smoke are all you get from your limited space.
Accepting your fate is a fatal mistake.
***
Sudah dengar kisah tentang mereka yang merobek kulitnya sendiri demi kepuasan? 
Sudah dengar kisah tentang mereka yang menyerahkan diri demi kepuasan?
Sudah dengar kisah tentang mereka yang meracuni diri demi lari dari dunia ini?
Sudah dengar kisah tentang mereka yang menjamahi diri demi kekosongan?
Sudah dengar kisah tentang mereka yang merawat diri demi kepalsuan?
Sudah dengar kisah tentang mereka yang membohongi diri demi kemaslahatan bersama?
Sudah dengar kisah tentang mereka yang memarahi orang lain demi kesedihan?
Sudah dengar kisah tentang mereka....
Sudah dengar kisah tentang...
Sudah dengar kisah....
Sudah dengar...
Sudah.
Aku dan kamu adalah mereka yang lahir, bertumbuh, berkembang biak, dan bertahan hanya demi konten belaka.
Hidupmu sia-sia, matimu sia-sia.
Lalu dari goa gelap tak berujung terdengar suara bising yang bergaung:


"Kalau mau pergi, pergi saja! Hanya pecundang bodoh yang tidak berani untuk mengambil keputusan besar dalam hidup dan menganggap kesia-siaan adalah ibadah demi "DIA" yang tidak jelas rupa dan tujuannya apa!"
Kita semua sudah jenuh dibodohi oleh sistem dan semua perkara yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan manusia lain. Apalah artinya batasan kalau semua orang ternyata bisa hidup tenang di luar batas nalar yang sudah ditetapkan? Bukankah keagungan dan kesucian adalah produk dari masyarakat yang takut akan kematian? Bukankah kamu tidak takut mati? Bukankah kamu hendak menikmati kebebasan tanpa aturan yang mengikat? Sistem adalah suatu rumusan aturan yang diciptakan supaya manusia punya alasan untuk menindak manusia lain demi kepuasan batin.
Katanya sih begitu...gak tahu juga yah... 
, , ,

sebuah surat untuk kamu yang terlalu istimewa di mataku.

November 27, 2022 Samuel Yudhistira
Hai kamu, 

Sudah lama saya ingin sekali menulis surat kepadamu secara digital. Kemarin-kemarin ingin langsung tulis saja tapi selalu saja memori saya yang minimalis ini lupa terus hingga sempat terjadi lagi turbulensi tingkat tinggi yang menyebabkan kecurigaan di antara kita berdua. 

Kita sama-sama tahu bahwasannya hidup adalah mengenai saling kejar cerita dan putar-putar fakta (tanpa perlu dibalik). Kita sadar bahwa kita tidak sepenuhnya percaya pada sistem dan manusia. Kita dipaksa mengerti bahwa setiap orang punya track masing-masing yang akan sangat sulit untuk dilewati. 

Kamu sadar tidak? 
Kamu datang ketika saya sedang dalam persimpangan keputusan kehidupan: selamanya sendiri atau beri kesempatan pada orang-orang lain untuk masuk ke dalam hati saya yang sudah lebam, membiru, dan mulai kaku. Saya sendiri agak minder menawarkan hati saya yang sudah babak belur ini kepada dirimu. 

....from pride to shame...

Don't we all? Does this darkness have a name? Does this darkness stay inside your head too? 

Saya selalu senang kalau sedang bersamamu. Lihat senyummu, ketawa lepasmu, suaramu, dan tingkah polah ajaibmu. Walau terkadang saya selalu dibuat mati langkah ketika kamu mulai merubah moodmu yang super sensitive itu. Tapi...itulah hidup...begitulah cara kita masing-masing merayakan hidup yang tidak seberapa ini. Mungkin saya tidaklah sesempurna mereka yang dahulu menawarkan hatinya kepadamu. Mungkin mereka punya hati lebih tulus, penuh pengharapan, dan juga bersih. 

Manisku, hatiku sudah penuh sulaman, penuh koreng nanah, dan masih ada tetesan-tetesan darah mengucur. Obsesiku tentang kesempurnaan harus dibayar dengan kegilaan. Sudah banyak yang merasa mampu untuk menutupinya tapi saya tampik karena saya yakin mereka datang hanya untuk memperlenar luka. Pada akhirnya hanya inilah yang saya punya untuk saya berikan padamu. 

I've wasted my nights, I've wasted my youth. 

Kita berdua setuju kalau kita tetap akan menolak tua untuk selamanya tetapi mau tidak mau takdir bahwa suatu saat kita akan memasuki masa-masa kasaluarsa terus menghantui...lalu di saat itulah penyesalan yang tadinya jauh di ujung jalan ternyata sudah duduk di sebelah kita, tersenyum menyeringai kepada kita sambil merangkul kita menuju  entah apa namanya. 

Karena itu manisku, aku ingin hidup selamanya supaya aku bisa melihat gerak-gerik ajaibmu. Aku ingin hidup bersenang-senang saja tanpa peduli bahwa akhir pekan sudah dimakan penuh dan isi percakapan instantmu hanyalah seputar hal-hal pragmatis kembali. Menghabiskan malam bergurau dalam bahasa yang hanya kita berdua tahu. 

Kadang dengan lugunya kau buka kembali jahitan lukaku yang sudah dijahit susah payah, lalu kelualah raja-raja ngeri dari kehidupan masa silamku yang sudah susah payah dikubur. Tapi dengan ringannya kau lemparkan sebilah pedang dan sebuah perisai lalu dengan lantang kau berteriak:

"Saya tidak mengerti tentang menanam, menabur, atau mengubur! Saya hanya tahu tentang melawan dan bertahan. Sekarang, lawan mereka dengan cara yang kau dan aku tahu!"

Mulailah pertarunganku dimulai kembali... 

Naga Hijau dari tenggara, Naga Hitam dari selatan, Naga Merah dari utara, semua kuhadapi kembali tanpa kenal kata menyerah. 

Sejauh ini bagaimana? Apakah saya sudah cukup baik dalam bertarung? Kenapa harus bertarung? 

Lalu berbaliklah engkau dan mulailah saya lihat betapa dalam luka di punggungmu...mulailah saya sadar kalau kau sudah penuh luka yang kau sembunyikan dari semua mata... 

Tertawalah engkau dalam penderitaan...hilang deritanya...tapi lukanya tetap berbekas...

Kamu sadar tidak? Dengan segala daya dan upaya saya menghadapi dunia, saya belajar banyak sekali dari dirimu. Banyak hal-hal berharga nan ajaib yang saya terima dari dirimu dan untuk semua itu saya bersyukur sekali. 

Hai kamu alien baik hati, 

Jadilah dirimu sendiri, karena saya mencintai dia yang tersenyum penuh rasa canggung di balik keyboard dan bermain tanpa pandang panggung. Jadilah ceria, karena saya mencintai dia yang tertawa nyaring ketika Bekasi sedang asik-asiknya. Jadilah cerdas, karena saya mencintai dia yang banyak membaca gerak dan gestur ketika yang lain hanya terpana oleh rupa. Jadilah tenang, jadilah bijak, dan jadilah dia yang menerima ketidaksempurnaan menjadi sebuah sempurna. 

Jadilah kamu...ya...kamu...manis.

Steady the buffs, old gal! Let's be strange together! 


Sincerely, 


Samuel Yudhistira
, ,

Di Atas Langit Mereka Bicara Tentang Kita

September 26, 2022 Samuel Yudhistira

Pada suatu hari ketika puncak dari segala keraguan mulai terkikis sedikit demi sedikit hingga menyisakan sedikit teror minor di kepala masing-masing, di hari itulah kita dipertemukan karena malam sedang memanas oleh uap-uap keringat keriaan. Bahkan dari jarak yang tidak dekat pun sudah tersiar aura menyenangkan dari dirimu yang berdansa sedikit resah penuh keraguan. Setelah sebelumnya kita saling berpandangan penuh kagum di layar kaca gawai kita, sekarang untuk pertama kalinya mata kita berjumpa, tangan kita saling menggenggam, dan kudengar namamu untuk pertama kalinya lalu tersimpan di dalam memori otak yang mulai rapi setelah bertahun-tahun didera kerusakan parah akibat serangan virus-virus kehidupan.

Lalu bicaralah kita penuh canda tawa hingga lupa kalau kita sudah memulai hari yang baru dan matahari akan muncul kembali membawa harapan baru bagi mereka yang menantikan dengan penuh harap. Dengan penuh ragu kuturuti kemaunmu untuk membawaku kembali ke rumah.  Kulawan rasa ragu, malu, dan mau untuk duduk di kursi depan mobilmu. Penuh curiga, kugenggam erat totebag yang kubawa karena takut kalau-kalau ada "booby trap" di glovebox mobilmu. Kau ajak aku tenggelam dalam genangan kenangan yang baru saja aku coba keringkan dengan penuh dan keringat. Aku benci dunia seperti aku membenci diriku sendiri. Amuk redam yang tertumpah dan membekas di kepalaku mulai perlahan digosok hingga hilang semua bekasnya. 

Semua diam tanpa suara, lampu-lampu jalan memancar menujukkan sosok wajahmu yang tersenyum. Di balik senyum itulah kulihat derita minim cinta. Di balik senyum itulah terlihat rasa takut. Di balik senyum itulah terpancar rasa was-was. Di balik senyum itulah terlihat kau sedang mengkalkulasikan baik/buruk, senang/sedih, untung/rugi.

Karena suatu hari nanti kamu akan memeluk rembulan, menyerap habis cahayanya, lalu berjalanlah kamu di jalanan Jakarta penuh cahaya hingga semua mata tertuju tajam hanya kepada kamu seorang. 

Matamu bicara kepadaku tentang betapa engkau menolak untuk percaya kembali kepada setiap laki-laki yang datang dan bicara tentang pengharapan. Gelap sudah semua cahaya hilang diterkam kejamnya kehidupan dan tanpa suara matamu bicara tentang betapa engkau pasrah menerima keadaan sekarang dan hilanglah semua cahaya pengharapan dari matamu. Tetapi mataku menusuk masuk menerjang semua tirai matamu dan berkata kalau dunia itu punya spektrum yang jauh lebih banyak daripada yang engkau lihat di masa lalumu. 

Ke dalam ketidakpastian kuserahkan kehidupanku dan atas nama mereka yang berjalan terus ke barat kubersumpah akan mengangkat semua rasa malu dalam diriku. 

Dalam gelap malam ketika peraduan memanggil raga yang letih akibat didera oleh angin kejam jalanan seorang bijak berkata: "Your road I enter upon and look around, I believe you are not all that is here, I believe that much unseen is also here."

Karena sesungguhnya saya pun merasa kalau jalan menuju ke dalam pikiranmu yang berlik-liku itu sungguh menyenangkan. Kamu mengajarkan saya untuk menghajar setiap halangan dan bertindaklah sesuai dengan filsafat paling sederhana yang pernah dibuat oleh umat manusia. Apalah artinya hidup kalau kau  hanya berputar-putar di dalam ruangan 3x4 sambil berpikir kalau mereka yang menikmati hidup saat ini adalah segelintir manusia yang memenangkan lotere kehidupan, datang dari keluarga yang punya kendali sekaligus kuasa? 

Kesederhanaanku lahir dari ketiadaan, kesederhanaanmu lahir dari kemampuanmu menolak. 

Hey! Bukankah kita berdua sama-sama tahu kalau kita adalah benih-benih yang ditanam lalu diharapkan untuk tidak tumbuh? Bukankah kita juga sama-sama tahu kalau hari-hari itu aneh dan hidup ini adalah hidup yang paling ajaib? Sudah sepatutnya kita menerima ketidakpastian dan menerima kalau kita adalah seonggok daging diberi nyawa dan kebodohan untuk bisa belajar dari kesalahan.

Nobody wants me, nobody needs me.

Ketika dunia menimpamu, ketika mereka meludahimu, ketika manusia lain memanfaatkan keindahanmu, akan kuberi tahu kepadamu:

All seems beautiful to me,
I can repeat over to men and women 
You have done such good to me I would do the same to you,
I will recruit for myself and you as I go,
I will scatter myself among men and women as I go,
I will toss a new gladness and roughness among them,
Whoever denies me it shall not trouble me,
Whoever accepts me he or she shall be blessed and shall bless me.

Kalau kau berpikir bahwa dirimu adalah bencana gila yang datang dari antah-berantah untuk menanamkan
luka dalam kulitku, maka dengan lantang dan lugas aku berkata bahwa dirimu adalah alien dari planet di 
ujung galaksi, datang untuk membawa cerita-cerita tentang betapa lucunya kehidupan.

Kalau kau berpikir bahwa kau tidak mengubah dunia...maka aku akan berkata bahwa setidaknya kau telah
mengubah duniaku. Dunia penuh distraksi, dunia penuh distorsi, dunia penuh delusi....bukankah....itu 
semua cukup, manisku?

Angkat tinggi gelasmu, tantang gravitasi egomu, dan bersulanglah untuk kepahitan masa lalu yang akan kita hajar bersama.



,

mari ikut denganku kita akan berjalan di atas pecahan kaca

July 28, 2022 Samuel Yudhistira

mari, ikut denganku sekarang

ikut denganku sekarang

kita akan berjalan di atas pecahan kaca

berjalanlah kita di atasnya

berdarah-darah

tapi kita tidak mengaduh

kita tidak berperih

kita tidak akan mengeluh


kamu dan aku adalah mereka yang terbiasa dengan konsep ditinggalkan

kamu dan aku adalah orang-orang yang biasa dengan hukum berpaling

kamu dan aku adalah mereka yang sudah ditakdirkan berbeda

kamu dan akau adalah orang-orang yang beruntung

tapi kamu lebih beruntung

kamu tiba di dunia orang-orang keren

kamu tinggalkan aku di dunia orang-orang munafik


mari ikut denganku sekarang

sekarang! 

jangan pernah ada satu persen keraguan di dalam kepalamu

jangan pernah ada rasa menyesal

kita akan berjalan di atas pecahan kaca

kita akan belajar konsep didera

kita akan belajar hidup disiksa

mari ikut denganku sekarang

kita akan mencampakkan mereka yang berkhianat

kita akan membunuh waktu dengan bercinta

kita akan membuang sengsara dengan menikmatinya

selagi bisa

selagi sempat

selagi kau masih punya....ehh..apa itu namanya..ohhh! waktu! 

iya...iya...selagi kamu masih punya waktu di dalam dompet tipismu

selama itulah kita masih sempat...

berjalan

di 

atas 

kaca


tinggalkan jejak darah

supaya setan-setan itu bisa mengikuti kita

ayo cepat! nanti mereka menyusul kita

jangan biarkan mereka menyusul

jangan biarkan mereka menyusup

jangan biarkan mereka menusuk


tapi bagaimana aku mau menyusulmu?

kamu sudah duluan tiba di negeri orang-orang keren


teras rumahmu sekarang semakin guram

teras rumahmu sekarang semakin abu-abu

tembok rumahmu tidak akan lagi mendengar tawa keras kita

tembok rumahmu tidak akan lagi menyaksikan air mata kita


Just my imagination

Just my imagination

Just my imagination


mari ikut denganku, kita berjalan di atas pecahan kaca sekarang

tapi kok hanya aku yang kesakitan

kamu dan yang lainnya malah tertawa-tawa


apakah malam di duniamu sama seperti duniaku?

apakah malam di duniamu sesingkat malam di duniaku?

saking singkatnya tiba-tiba matahari sudah datang

padahal kita masih asik bercerita

padahal kita sedang asik bertukar makna

padahal kita ingin terus tertawa sampai semua orang bangun dari peraduan


heeeh...tunggu dulu...apakah di dunia sana kamu bisa bernapas lega?

apakah di dunia sana dadamu tidak pernah sesak?

apakah di dunia sana kamu bisa berlari kencang?

apakah di dunia sana kamu bisa tenang tanpa selang oksigen?

apakah di dunia sana virus......ahh sudahlah...


mari ikut denganku, kita berjalan di atas pecahan kaca sekarang.

sekarang! ayo! sekarang! jangan pernah ragu

ayo! terbang! 

hempaskan dirimu dari ketinggian! 

biarkan sayap-sayapmu terbuka lebar

biarkan saja.

jangan takut.

aku menunggumu di dunia orang-orang keren.


kutaburkan bunga-bunga kesepian

kutaburkan bunga-bunga kesedihan

kutaburkan bunga-bunga kepedihan

kutaburkan bunga-bunga kehancuran


kalau dunia tidak ingat padamu

kalau jalanan tak lagi menyebut namamu

kamu tetap hidup........

di dalam hati, pikiran, dan darahku

aku adalah dirimu

kamu adalah diriku

maka tenanglah, suatu saat akan aku buat dunia bicara tentangmu

dalam bahasa yang tidak semua orang mengerti

dalam aksara yang tidak semua orang bisa membaca

karena memang kita pun tidak bisa dijelaskan

karena memang kita juga tidak butuh penjelasan

kamu sudah abadi

tulisan ini....tidak akan dibaca semua orang

tetapi selama internet belum kiamat

atau akun ini hilang

kamu akan abadi


manisku...

istirahatlah....

abadi sudah dirimu...


, , , , , ,

Orang-orang di sebelah kanan jalan raya

April 04, 2022 Samuel Yudhistira


The most painful thing is losing yourself in the process of loving someone too much, and forgetting that you are special too.


#ORANG 1 

Kau berjalan cepat, tanpa alas kaki, tanpa tujuan, wajahmu berdebu, keringat mengucur deras dari dahi hingga pipimu. Kakimu berdarah penuh luka tergesek aspal panas jalanan. Setiap langkah yang kau ambil membuatmu meringis menahan perih yang tak kunjung usai. Tak juga kau bergeming karena tahu bahwa tujuanmu tinggal beberapa ribu langkah lagi. Satu atau dua kakipun rela kau korbankan asalkan kau bisa tiba di tanah yang kau impikan, dunia yang kau dambakan, dan kau yakin kalau kau pasti akan tiba di sana.

#ORANG 2

Bosan hirup oksigen, mulai kau beralih ke karbon monoksida. Hisap timbal sampai paru-parumu kehilangan orientasi. Sekali...sudah itu mati. Tak pernah kau coba untuk memikirkan kembali konsekuensi atas apa yang telah kau perbuat dan berbagai hal yang mungkin akan kau buat nanti.

#ORANG 3

Kamu pernah bilang bahwa saya istimewa dan tercipta untuk membuat sesuatu yang luar biasa dengan segala talenta yang saya miliki sekarang. Kenyataannya? Tidak ada tuh. Saya dipaksa untuk menjadi biasa saja dan tidak ada yang mengenal saya sama sekali. Lahir, tumbuh, berkembang, sekolah, kuliah, bekerja, dan menjadi barisan kelas pekerja baru yang sama sekali tidak punya hak untuk mengubah dunia. Hanya mereka yang lahir ketika planet-planet di Galaksi Bimasakti sepakat untuk mengambang sejajar saja yang berhak untuk mengubah nasib dunia.

#ORANG 4

Duduk melingkar, gelas berputar, dan Bo Diddley bernyanyi penuh penghayatan. We accept chaos but we don't know whether it accepts us. Sekedar alkohol kaki lima dinikmati penuh suasana ceria dan dikelilingi wajah-wajah yang tidak asing sudah cukup untuk melupakan beban kehidupan walau sementara. Sementara....tiada yang mau menjadi abadi. Ahh...sudahlah, kau ambil gitar "made in pasar" dan mulailah suara sumbangmu memenuhi udara kota Jakarta yang tidak baik-baik saja. Begitu saja kau sudah bahagia. Setidaknya kau bermain penuh penghayatan seperti Bo Diddley.

#ORANG 5

Duduk di ujung tempat tidur...tak berbusana...berkeringat hasil bermain cinta...kretek menyala mengepulkan asap yang sayang tidak dihisap...sang Pangeran Cinta sudah pergi...baru saja pergi...sibuk kau menatap layar gawaimu sembara menggoda para Pangeran Cinta kurang kerjaan yang selalu dengan santainya menawarkan balas jasa yang tidak seberapa. Kau lihat foto bayi yang menjadi wallpaper telepon genggammu sedang berbaring dan tersenyum menatapmu yang sedang gundah gulana bertelanjang. Tiba-tiba basah layar gawaimu karena air mata mulai turun. Harga susu naik, harga beras naik, harga minyak goreng naik, sementara harga dirimu dipapas habis. Kerja jaga toko baju di pagi hari lalu kerja di atas ranjang ketika matahari sudah habis tenaganya.

#ORANG 6

Kami masuk ke dalam lift. Menenteng gadget-gadget canggih, berdandan mutakhir, dibasuh wewangian yang jelas tidak murah, dan berbicara bahasa asing. Sesekali keluarlah istilah-istilah yang hanya kami dan setan yang paham. Karena dunia kami adalah dunia yang penuh dengan persaingan dan kepalsuan. Kami cinta karir kami yang kami dapat dengan susah payah. Kalian pikir menang "lotere kehidupan" itu mudah? GOD LOVES US! GOD BLESS US! GOD HATES THE POOR! Masuklah kami ke mobil menuju entah apa namanya...yang jelas tempat ini ditujukan untuk orang-orang terpilih seperti kami. Tempat di mana orang-orang biasa wajib melayani kami semua. 

#ORANG 7

Di dalam gelap kau menunggu. Matamu yang merah dan tak bersahabat sibuk mengawasi. Waspada adalah kunci untuk sukses dalam pekerjaan yang kau geluti, kecurigaan adalah sahabat, dan keberuntungan adalah faktor yang tidak kalah penting. Salah sedikit saja bisa-bisa otakmu berceceran di atas trotoar lalu mayatmu mengambang di kali. Sesekali kau melihat ke telepon genggammu. Siapa tahu ada pesan penting...Ahh...payah sekali...mulai kau menarik sleting jaket kulitmu hingga menutupi leher demi melawan terpaan angin malam. Jangan main hape terus...nanti bisa celaka...kau bergumam memikirkan hidup dan masa depan, muncul bayangan anak-anak dan istrimu di rumah yang mungkin sudah terlelap karena lelah menunggumu pulang atau biduan dangdut yang sempat kau tiduri beberapa pekan silam. Ahh...hidup...kadang bangsat kadang menyenangkan. Tiba-tiba merinding tengkukmu...ada besi dingin yang menempel di kepala belakangmu...bergetar tubuhmu...jantungmu berdegup tidak karuan...ingin kau membalikkan badan untuk melihat siapa sosok yang menempelkan besi dingin ini di kepalamu. Belum sempat kau bergerak, tiba-tiba semuanya gelap...hening...dunia dibantai kesepian abadi.

#ORANG 8

I can't, I'm sorry, please, don't hate me.

Bagaimana rasanya tidak bisa merasakan apa-apa?

Menyenangkan bukan? Seperti disiram air dingin hingga tertusuk semua tulang di dalam tubuhmu. Kau merasa seperti dilahirkan kembali dari rahim ibumu dan menjadi manusia super. Kau lihat dia yang katanya mencintaimu apa adanya kini berbalik arah meminta sesuatu yang nyaris mustahil. Di situlah kau sadar bahwa kau sudah setengah tenggelam di sungai cinta-cintaan yang maha bangsat. Tersenyum kau sendiri, tertawa kau sendiri, menangis kau sendiri, dan kau sadar bahwa sudah terlalu banyak waktu kau buang bersama dengan orang yang tidak tepat. Tidak ada yang lebih setia daripada toilet. Yaa...disiram kencing...dilempar taik...tetap saja diam. Sudahlah, kamu tahu waktumu menghirup udara Jakarta yang tidak seberapa ini sudah hampir habis. Sekarang waktunya kau menebus segala perbuatanmu. Ketika tidak ada lagi yang butuh cintamu dan tidak ada lagi yang mau cintamu. Sudah saatnya kau bergerak! Bertindak! Beraksi! 


......................................

................................

...........................

.....................

.............

.........

......

....

...

..

.


Sunyi senyap tak berbekas. Perlahan kau ditelan dan dikunyah kejamnya gaya hidup metropolitan. Habis sudah egomu, selesai sudah masamu, dan hilang sudah perkaramu. Rasanya seperti melompat ke jurang tidak berdasar, ketika tangan-tangan lelahmu berusaha mencari pegangan tetapi  tak satupun benda mampu menahan gerak lajumu menuju kesunyian abadi. Wahh...bahkan ketika bangunpun ternyata kau bangun di dalam sebuah mimpi buruk. Lelah yah? Saya juga. Tenang saja! Tidak perlu takut. Sebentar lagi kamu akan saya jemput juga. Bersama-sama kita akan berjalan lurus menuju cahaya biru muda yang menolak untuk pudar. Bersama-sama kita akan tertawa kembali dan senyum simpulmu akan terbit kembali. Jangan takut, manisku! Sebentar lagi. Sabarlah sedikit. Jangan biarkan mereka berkata kepadamu bahwa dunia mereka jauh lebih indah dan menyenangkan daripada dunia kita. Kamu tahu mereka semua berbohong demi dapat umat. Kamu tahu mereka semua menipu diri mereka sendiri. 


Sedikit lagi, sayangku, kekasihku, sedikit lagi kita akan bersatu kembali. Sedikit lagi air matamu yang bercampur darah tidak akan layak lagi membasahi pipimu. Sebentar lagi nanah-nanah di kakimu akan dibasuh dan pulih tanpa meninggalkan bekas. Sebentar lagi kamu akan lupa rasa sakitmu. Di saat itulah kita semua akan menjadi abadi dalam kebahagiaan kita. Di saat itulah kita semua akan tertidur di tanah yang lembut, dibuai rumput hijau nan segar, dan angin yang berhembus akan membawa kita terlelap...


Sayangku, kekasihku yang manis, sabar yah. Aku tahu kamu lelah, aku tahu kamu kesakitan ketika menelan setiap aksara, aku tahu kamu ingin teriak tetapi dunia membungkam erat mulutmu. Sabar manisku. Keabadian adalah milik kita semata. Di dalam diam kita berteriak dan di dalam gelap kita melihat.


Aku tahu kamu jauh lebih bahagia. Sekarang saatnya kita bahagia. Jadilah gelap, jadilah terang. Selamat berbahagia, sayangku. Aku cinta pada rasa sakitmu.