, , , , , ,

Orang-orang di sebelah kanan jalan raya

April 04, 2022 Samuel Yudhistira


The most painful thing is losing yourself in the process of loving someone too much, and forgetting that you are special too.


#ORANG 1 

Kau berjalan cepat, tanpa alas kaki, tanpa tujuan, wajahmu berdebu, keringat mengucur deras dari dahi hingga pipimu. Kakimu berdarah penuh luka tergesek aspal panas jalanan. Setiap langkah yang kau ambil membuatmu meringis menahan perih yang tak kunjung usai. Tak juga kau bergeming karena tahu bahwa tujuanmu tinggal beberapa ribu langkah lagi. Satu atau dua kakipun rela kau korbankan asalkan kau bisa tiba di tanah yang kau impikan, dunia yang kau dambakan, dan kau yakin kalau kau pasti akan tiba di sana.

#ORANG 2

Bosan hirup oksigen, mulai kau beralih ke karbon monoksida. Hisap timbal sampai paru-parumu kehilangan orientasi. Sekali...sudah itu mati. Tak pernah kau coba untuk memikirkan kembali konsekuensi atas apa yang telah kau perbuat dan berbagai hal yang mungkin akan kau buat nanti.

#ORANG 3

Kamu pernah bilang bahwa saya istimewa dan tercipta untuk membuat sesuatu yang luar biasa dengan segala talenta yang saya miliki sekarang. Kenyataannya? Tidak ada tuh. Saya dipaksa untuk menjadi biasa saja dan tidak ada yang mengenal saya sama sekali. Lahir, tumbuh, berkembang, sekolah, kuliah, bekerja, dan menjadi barisan kelas pekerja baru yang sama sekali tidak punya hak untuk mengubah dunia. Hanya mereka yang lahir ketika planet-planet di Galaksi Bimasakti sepakat untuk mengambang sejajar saja yang berhak untuk mengubah nasib dunia.

#ORANG 4

Duduk melingkar, gelas berputar, dan Bo Diddley bernyanyi penuh penghayatan. We accept chaos but we don't know whether it accepts us. Sekedar alkohol kaki lima dinikmati penuh suasana ceria dan dikelilingi wajah-wajah yang tidak asing sudah cukup untuk melupakan beban kehidupan walau sementara. Sementara....tiada yang mau menjadi abadi. Ahh...sudahlah, kau ambil gitar "made in pasar" dan mulailah suara sumbangmu memenuhi udara kota Jakarta yang tidak baik-baik saja. Begitu saja kau sudah bahagia. Setidaknya kau bermain penuh penghayatan seperti Bo Diddley.

#ORANG 5

Duduk di ujung tempat tidur...tak berbusana...berkeringat hasil bermain cinta...kretek menyala mengepulkan asap yang sayang tidak dihisap...sang Pangeran Cinta sudah pergi...baru saja pergi...sibuk kau menatap layar gawaimu sembara menggoda para Pangeran Cinta kurang kerjaan yang selalu dengan santainya menawarkan balas jasa yang tidak seberapa. Kau lihat foto bayi yang menjadi wallpaper telepon genggammu sedang berbaring dan tersenyum menatapmu yang sedang gundah gulana bertelanjang. Tiba-tiba basah layar gawaimu karena air mata mulai turun. Harga susu naik, harga beras naik, harga minyak goreng naik, sementara harga dirimu dipapas habis. Kerja jaga toko baju di pagi hari lalu kerja di atas ranjang ketika matahari sudah habis tenaganya.

#ORANG 6

Kami masuk ke dalam lift. Menenteng gadget-gadget canggih, berdandan mutakhir, dibasuh wewangian yang jelas tidak murah, dan berbicara bahasa asing. Sesekali keluarlah istilah-istilah yang hanya kami dan setan yang paham. Karena dunia kami adalah dunia yang penuh dengan persaingan dan kepalsuan. Kami cinta karir kami yang kami dapat dengan susah payah. Kalian pikir menang "lotere kehidupan" itu mudah? GOD LOVES US! GOD BLESS US! GOD HATES THE POOR! Masuklah kami ke mobil menuju entah apa namanya...yang jelas tempat ini ditujukan untuk orang-orang terpilih seperti kami. Tempat di mana orang-orang biasa wajib melayani kami semua. 

#ORANG 7

Di dalam gelap kau menunggu. Matamu yang merah dan tak bersahabat sibuk mengawasi. Waspada adalah kunci untuk sukses dalam pekerjaan yang kau geluti, kecurigaan adalah sahabat, dan keberuntungan adalah faktor yang tidak kalah penting. Salah sedikit saja bisa-bisa otakmu berceceran di atas trotoar lalu mayatmu mengambang di kali. Sesekali kau melihat ke telepon genggammu. Siapa tahu ada pesan penting...Ahh...payah sekali...mulai kau menarik sleting jaket kulitmu hingga menutupi leher demi melawan terpaan angin malam. Jangan main hape terus...nanti bisa celaka...kau bergumam memikirkan hidup dan masa depan, muncul bayangan anak-anak dan istrimu di rumah yang mungkin sudah terlelap karena lelah menunggumu pulang atau biduan dangdut yang sempat kau tiduri beberapa pekan silam. Ahh...hidup...kadang bangsat kadang menyenangkan. Tiba-tiba merinding tengkukmu...ada besi dingin yang menempel di kepala belakangmu...bergetar tubuhmu...jantungmu berdegup tidak karuan...ingin kau membalikkan badan untuk melihat siapa sosok yang menempelkan besi dingin ini di kepalamu. Belum sempat kau bergerak, tiba-tiba semuanya gelap...hening...dunia dibantai kesepian abadi.

#ORANG 8

I can't, I'm sorry, please, don't hate me.

Bagaimana rasanya tidak bisa merasakan apa-apa?

Menyenangkan bukan? Seperti disiram air dingin hingga tertusuk semua tulang di dalam tubuhmu. Kau merasa seperti dilahirkan kembali dari rahim ibumu dan menjadi manusia super. Kau lihat dia yang katanya mencintaimu apa adanya kini berbalik arah meminta sesuatu yang nyaris mustahil. Di situlah kau sadar bahwa kau sudah setengah tenggelam di sungai cinta-cintaan yang maha bangsat. Tersenyum kau sendiri, tertawa kau sendiri, menangis kau sendiri, dan kau sadar bahwa sudah terlalu banyak waktu kau buang bersama dengan orang yang tidak tepat. Tidak ada yang lebih setia daripada toilet. Yaa...disiram kencing...dilempar taik...tetap saja diam. Sudahlah, kamu tahu waktumu menghirup udara Jakarta yang tidak seberapa ini sudah hampir habis. Sekarang waktunya kau menebus segala perbuatanmu. Ketika tidak ada lagi yang butuh cintamu dan tidak ada lagi yang mau cintamu. Sudah saatnya kau bergerak! Bertindak! Beraksi! 


......................................

................................

...........................

.....................

.............

.........

......

....

...

..

.


Sunyi senyap tak berbekas. Perlahan kau ditelan dan dikunyah kejamnya gaya hidup metropolitan. Habis sudah egomu, selesai sudah masamu, dan hilang sudah perkaramu. Rasanya seperti melompat ke jurang tidak berdasar, ketika tangan-tangan lelahmu berusaha mencari pegangan tetapi  tak satupun benda mampu menahan gerak lajumu menuju kesunyian abadi. Wahh...bahkan ketika bangunpun ternyata kau bangun di dalam sebuah mimpi buruk. Lelah yah? Saya juga. Tenang saja! Tidak perlu takut. Sebentar lagi kamu akan saya jemput juga. Bersama-sama kita akan berjalan lurus menuju cahaya biru muda yang menolak untuk pudar. Bersama-sama kita akan tertawa kembali dan senyum simpulmu akan terbit kembali. Jangan takut, manisku! Sebentar lagi. Sabarlah sedikit. Jangan biarkan mereka berkata kepadamu bahwa dunia mereka jauh lebih indah dan menyenangkan daripada dunia kita. Kamu tahu mereka semua berbohong demi dapat umat. Kamu tahu mereka semua menipu diri mereka sendiri. 


Sedikit lagi, sayangku, kekasihku, sedikit lagi kita akan bersatu kembali. Sedikit lagi air matamu yang bercampur darah tidak akan layak lagi membasahi pipimu. Sebentar lagi nanah-nanah di kakimu akan dibasuh dan pulih tanpa meninggalkan bekas. Sebentar lagi kamu akan lupa rasa sakitmu. Di saat itulah kita semua akan menjadi abadi dalam kebahagiaan kita. Di saat itulah kita semua akan tertidur di tanah yang lembut, dibuai rumput hijau nan segar, dan angin yang berhembus akan membawa kita terlelap...


Sayangku, kekasihku yang manis, sabar yah. Aku tahu kamu lelah, aku tahu kamu kesakitan ketika menelan setiap aksara, aku tahu kamu ingin teriak tetapi dunia membungkam erat mulutmu. Sabar manisku. Keabadian adalah milik kita semata. Di dalam diam kita berteriak dan di dalam gelap kita melihat.


Aku tahu kamu jauh lebih bahagia. Sekarang saatnya kita bahagia. Jadilah gelap, jadilah terang. Selamat berbahagia, sayangku. Aku cinta pada rasa sakitmu.