, , ,

sebuah surat untuk kamu yang terlalu istimewa di mataku.

November 27, 2022 Samuel Yudhistira
Hai kamu, 

Sudah lama saya ingin sekali menulis surat kepadamu secara digital. Kemarin-kemarin ingin langsung tulis saja tapi selalu saja memori saya yang minimalis ini lupa terus hingga sempat terjadi lagi turbulensi tingkat tinggi yang menyebabkan kecurigaan di antara kita berdua. 

Kita sama-sama tahu bahwasannya hidup adalah mengenai saling kejar cerita dan putar-putar fakta (tanpa perlu dibalik). Kita sadar bahwa kita tidak sepenuhnya percaya pada sistem dan manusia. Kita dipaksa mengerti bahwa setiap orang punya track masing-masing yang akan sangat sulit untuk dilewati. 

Kamu sadar tidak? 
Kamu datang ketika saya sedang dalam persimpangan keputusan kehidupan: selamanya sendiri atau beri kesempatan pada orang-orang lain untuk masuk ke dalam hati saya yang sudah lebam, membiru, dan mulai kaku. Saya sendiri agak minder menawarkan hati saya yang sudah babak belur ini kepada dirimu. 

....from pride to shame...

Don't we all? Does this darkness have a name? Does this darkness stay inside your head too? 

Saya selalu senang kalau sedang bersamamu. Lihat senyummu, ketawa lepasmu, suaramu, dan tingkah polah ajaibmu. Walau terkadang saya selalu dibuat mati langkah ketika kamu mulai merubah moodmu yang super sensitive itu. Tapi...itulah hidup...begitulah cara kita masing-masing merayakan hidup yang tidak seberapa ini. Mungkin saya tidaklah sesempurna mereka yang dahulu menawarkan hatinya kepadamu. Mungkin mereka punya hati lebih tulus, penuh pengharapan, dan juga bersih. 

Manisku, hatiku sudah penuh sulaman, penuh koreng nanah, dan masih ada tetesan-tetesan darah mengucur. Obsesiku tentang kesempurnaan harus dibayar dengan kegilaan. Sudah banyak yang merasa mampu untuk menutupinya tapi saya tampik karena saya yakin mereka datang hanya untuk memperlenar luka. Pada akhirnya hanya inilah yang saya punya untuk saya berikan padamu. 

I've wasted my nights, I've wasted my youth. 

Kita berdua setuju kalau kita tetap akan menolak tua untuk selamanya tetapi mau tidak mau takdir bahwa suatu saat kita akan memasuki masa-masa kasaluarsa terus menghantui...lalu di saat itulah penyesalan yang tadinya jauh di ujung jalan ternyata sudah duduk di sebelah kita, tersenyum menyeringai kepada kita sambil merangkul kita menuju  entah apa namanya. 

Karena itu manisku, aku ingin hidup selamanya supaya aku bisa melihat gerak-gerik ajaibmu. Aku ingin hidup bersenang-senang saja tanpa peduli bahwa akhir pekan sudah dimakan penuh dan isi percakapan instantmu hanyalah seputar hal-hal pragmatis kembali. Menghabiskan malam bergurau dalam bahasa yang hanya kita berdua tahu. 

Kadang dengan lugunya kau buka kembali jahitan lukaku yang sudah dijahit susah payah, lalu kelualah raja-raja ngeri dari kehidupan masa silamku yang sudah susah payah dikubur. Tapi dengan ringannya kau lemparkan sebilah pedang dan sebuah perisai lalu dengan lantang kau berteriak:

"Saya tidak mengerti tentang menanam, menabur, atau mengubur! Saya hanya tahu tentang melawan dan bertahan. Sekarang, lawan mereka dengan cara yang kau dan aku tahu!"

Mulailah pertarunganku dimulai kembali... 

Naga Hijau dari tenggara, Naga Hitam dari selatan, Naga Merah dari utara, semua kuhadapi kembali tanpa kenal kata menyerah. 

Sejauh ini bagaimana? Apakah saya sudah cukup baik dalam bertarung? Kenapa harus bertarung? 

Lalu berbaliklah engkau dan mulailah saya lihat betapa dalam luka di punggungmu...mulailah saya sadar kalau kau sudah penuh luka yang kau sembunyikan dari semua mata... 

Tertawalah engkau dalam penderitaan...hilang deritanya...tapi lukanya tetap berbekas...

Kamu sadar tidak? Dengan segala daya dan upaya saya menghadapi dunia, saya belajar banyak sekali dari dirimu. Banyak hal-hal berharga nan ajaib yang saya terima dari dirimu dan untuk semua itu saya bersyukur sekali. 

Hai kamu alien baik hati, 

Jadilah dirimu sendiri, karena saya mencintai dia yang tersenyum penuh rasa canggung di balik keyboard dan bermain tanpa pandang panggung. Jadilah ceria, karena saya mencintai dia yang tertawa nyaring ketika Bekasi sedang asik-asiknya. Jadilah cerdas, karena saya mencintai dia yang banyak membaca gerak dan gestur ketika yang lain hanya terpana oleh rupa. Jadilah tenang, jadilah bijak, dan jadilah dia yang menerima ketidaksempurnaan menjadi sebuah sempurna. 

Jadilah kamu...ya...kamu...manis.

Steady the buffs, old gal! Let's be strange together! 


Sincerely, 


Samuel Yudhistira