Pada suatu hari ketika puncak dari segala keraguan mulai terkikis sedikit demi sedikit hingga menyisakan sedikit teror minor di kepala masing-masing, di hari itulah kita dipertemukan karena malam sedang memanas oleh uap-uap keringat keriaan. Bahkan dari jarak yang tidak dekat pun sudah tersiar aura menyenangkan dari dirimu yang berdansa sedikit resah penuh keraguan. Setelah sebelumnya kita saling berpandangan penuh kagum di layar kaca gawai kita, sekarang untuk pertama kalinya mata kita berjumpa, tangan kita saling menggenggam, dan kudengar namamu untuk pertama kalinya lalu tersimpan di dalam memori otak yang mulai rapi setelah bertahun-tahun didera kerusakan parah akibat serangan virus-virus kehidupan.
Lalu bicaralah kita penuh canda tawa hingga lupa kalau kita sudah memulai hari yang baru dan matahari akan muncul kembali membawa harapan baru bagi mereka yang menantikan dengan penuh harap. Dengan penuh ragu kuturuti kemaunmu untuk membawaku kembali ke rumah. Kulawan rasa ragu, malu, dan mau untuk duduk di kursi depan mobilmu. Penuh curiga, kugenggam erat totebag yang kubawa karena takut kalau-kalau ada "booby trap" di glovebox mobilmu. Kau ajak aku tenggelam dalam genangan kenangan yang baru saja aku coba keringkan dengan penuh dan keringat. Aku benci dunia seperti aku membenci diriku sendiri. Amuk redam yang tertumpah dan membekas di kepalaku mulai perlahan digosok hingga hilang semua bekasnya.
Semua diam tanpa suara, lampu-lampu jalan memancar menujukkan sosok wajahmu yang tersenyum. Di balik senyum itulah kulihat derita minim cinta. Di balik senyum itulah terlihat rasa takut. Di balik senyum itulah terpancar rasa was-was. Di balik senyum itulah terlihat kau sedang mengkalkulasikan baik/buruk, senang/sedih, untung/rugi.
Karena suatu hari nanti kamu akan memeluk rembulan, menyerap habis cahayanya, lalu berjalanlah kamu di jalanan Jakarta penuh cahaya hingga semua mata tertuju tajam hanya kepada kamu seorang.
Matamu bicara kepadaku tentang betapa engkau menolak untuk percaya kembali kepada setiap laki-laki yang datang dan bicara tentang pengharapan. Gelap sudah semua cahaya hilang diterkam kejamnya kehidupan dan tanpa suara matamu bicara tentang betapa engkau pasrah menerima keadaan sekarang dan hilanglah semua cahaya pengharapan dari matamu. Tetapi mataku menusuk masuk menerjang semua tirai matamu dan berkata kalau dunia itu punya spektrum yang jauh lebih banyak daripada yang engkau lihat di masa lalumu.
Ke dalam ketidakpastian kuserahkan kehidupanku dan atas nama mereka yang berjalan terus ke barat kubersumpah akan mengangkat semua rasa malu dalam diriku.
Dalam gelap malam ketika peraduan memanggil raga yang letih akibat didera oleh angin kejam jalanan seorang bijak berkata: "Your road I enter upon and look around, I believe you are not all that is here, I believe that much unseen is also here."
Karena sesungguhnya saya pun merasa kalau jalan menuju ke dalam pikiranmu yang berlik-liku itu sungguh menyenangkan. Kamu mengajarkan saya untuk menghajar setiap halangan dan bertindaklah sesuai dengan filsafat paling sederhana yang pernah dibuat oleh umat manusia. Apalah artinya hidup kalau kau hanya berputar-putar di dalam ruangan 3x4 sambil berpikir kalau mereka yang menikmati hidup saat ini adalah segelintir manusia yang memenangkan lotere kehidupan, datang dari keluarga yang punya kendali sekaligus kuasa?
Kesederhanaanku lahir dari ketiadaan, kesederhanaanmu lahir dari kemampuanmu menolak.
Hey! Bukankah kita berdua sama-sama tahu kalau kita adalah benih-benih yang ditanam lalu diharapkan untuk tidak tumbuh? Bukankah kita juga sama-sama tahu kalau hari-hari itu aneh dan hidup ini adalah hidup yang paling ajaib? Sudah sepatutnya kita menerima ketidakpastian dan menerima kalau kita adalah seonggok daging diberi nyawa dan kebodohan untuk bisa belajar dari kesalahan.
Nobody wants me, nobody needs me.
Ketika dunia menimpamu, ketika mereka meludahimu, ketika manusia lain memanfaatkan keindahanmu, akan kuberi tahu kepadamu: