Berjam-jam berbincang via telepon genggam tidak membuat dua orang ini bosan. Entah apa saja yang mereka bicarakan sampai tak sadar kalau waktu sudah tergerus habis sampai tipis. Suara-suara khas pagi hari sudah mulai terdengar dan kembalilah mereka ke dunia masing-masing. Aneh. Apakah dia adalah sahabat lama saya yang sudah lama hilang ditelan waktu? Atau kita memang pernah bertemu dalam kehidupan sebelumnya kalau kamu percaya dengan reinkarnasi? Musik, film, hidup, nilai, nilai, dan nilai terus muncul di dalam percakapan.
Canggih betul! Kita adalah mereka yang larut dalam dunia cinta 4.0! Terlalu canggih sampai kita lupa kalau hakekat manusia adalah tentang benar dan benar. Masa lalumu adalah tentang oksitosin sedangkan diriku nikmati matinya serotonin di dalam kepala.
Kalian adalah dua magnet yang saling bertolak belakang. Dipaksa sampai matipun tidak akan jadi!
Mari kita tarik mundur ke belakang sekitar tahun 2014-2015 ketika Jalan Bangka Raya menjadi pusat pertemuan kita semua. Lagu-lagu dari The Verve mengiringi perbincangan kita yang duduk melingkar dan berdiskusi tentang hidup. Menjadi tua dan menyebalkan adalah sebuah kondisi yang kita semua hindari. Kita yakin dan percaya bahwa usia tidak menjadi kewajiban seseorang untuk menjadi tua. Tua itu mentality! Kita adalah mereka yang bersatu dalam darah dan tidak akan pernah tua! Kami adalah mereka yang menolak matematika sebagai "tuhan" dalam setiap langkah kehidupan.
Sepuluh tahun dari sekarang kita akan menginjakkan kaki di atas panggung-panggung luar biasa di mana mereka yang hanya mengenal kita dari karya akan bertukar energi dengan kita. Indah bukan? Isaac Newton dulu bicara tentang musik!
Dostoevsky yang Agung pernah berujar:
The man who lies to himself and listens to his own lie comes to a point that he cannot distinguish the truth within him, or around him, and so loses all respect for himself and for others. And having no respect he ceases to love.
Iya! Saya tahu kalian semua pasti gak akan setuju tentang ini. Kalaupun setuju sudah pasti kita yakin kalau sebagian besar dari kita memang sudah dipaksa untuk berbohong pada diri sendiri sejak dari muda. Kita dibuat percaya kalau dunia akan baik-baik saja dan semua mimpi kita akan terwujud di kemudian hari. Kita dibuat percaya kalau kita bisa menjadi apapun yang kita mau kalau kita jujur pada diri sendiri. Dipaksa gila, dipaksa bercinta. Sampai suatu hari nanti dirimu akan sibuk membohongi diri demi harga diri dan sesuap nasi.
Tapi tunggu dulu! Bukankah semua orang berubah? Situasi moneter, geopolitik, dan juga sosial pasti berubah! Mungkin orang bukan berbohong tapi beradaptasi.
We are just altering our perspective.
Lalu tiba-tiba seorang tokoh baru masuk ke dalam hidupmu. Buyar sudah semua ekspektasi dalam hidup! Mulailah dirimu berpikir ulang tentang nasib dan hidup. Pikiranmu terus dibuat melayang tentang langkah apa yang harus kamu ambil berikutnya. Sudah terlalu tuakah dirimu untuk menikmati waktu? Apakah kamu melihat waktu sebagai musuh besar orang-orang baik?
Life. In its humdrum sense is worth avoiding. It's the factory for father, and the kitchen for mother. It's arguments at the dinner table. Missing children on the news. And through it all, a sense that things are slowly falling apart. Is it better to choose another record, to flip the lid on the pills and wait for something to happen? Is it better to turn out the lights, climb under the covers, until sleep invites you to a world you've always wanted? Is it better than the one that's in front of us?
A story unfolds. Saya melihat kedua mata yang berbinar tersebut dan melihat:
Betapa amarah menguasai dirimu tetapi betapa dirimu yang penuh dengan kekecewaan itu terus ingin bergerak dan menolak diam. Kekecewaan seringkali mampir di dalam kepalamu. Letih dan lelah adalah dua sahabat yang terus hadir membawa bencana.
Kedua matamu berbicara dengan bahasa yang tidak asing. Binarnya menolak padam walau beberapa kali dirajam! Kilau yang memukau menyiratkan optimisme di tengah lumpur kelam. Saya beruntung bisa hadir di dalam pantulannya.
Mulailah diriku bercerita dengan penyakit kronis manusia bernama nafsu. Kebendaan dan kedagingan kerap hadir menusuk masuk walau sudah terpagar. Kita pun jatuh, saya juga jatuh. Kita menghadapi keruhnya hidup. Mulai diriku berbohong pada diri sendiri dan mulai memaksakan reaksi kimia yang tidak seharusnya terjadi. Terlalu banyak suara di dalam kepala, terlalu dini untuk kita memegang kuasa.
***
10:15 Saturday Night, Yogyakarta
Seorang laki-laki pemalu mencari sudut keruh penuh debu dan sepi. Disapanya kedua teman lamanya yaitu Benci dan Dendam. Mereka merangkul si laki-laki pemalu yang tersenyum canggung menghadapi dua kawan lamanya.
"Nilai adalah dasar dari segala sesuatu yang terlihat dan angka adalah bukti dari ketekunan dan kerja keras luar biasa," Si Benci mengucapkan kata-kata sakti penuh arti.
Tak mau kalah si Dendam juga berujar, "Jangan pernah lupa bahwa kamu harus menyembah entitas yang sifat-sifatnya dapat diketahui secara pasti! Akan aku beritahukan kepadamu hasil-hasil apa yang akan terjadi! Lupakan dunia! Telan pil! Tenggelam! Di dasar danau ada gua nyaman tempat sembunyi!"
Yogyakarta adalah kota yang menyenangkan untuk kita berpikir dan meramu ulang formula kehidupan. Sejak sudut favoritmu di Jakarta sudah dijajah oleh ketamakan dan lampu jalan sudah sulit menemukan sudut tepat untuk sekedar berhenti dan menikmati suasana.
Benci dan Dendam sayangnya merusak semua kenangan yang sudah diciptakan di Yogyakarta dan menggantinya dengan kesedihan abadi. Rusak semuanya! Apakah masih bisa diperbaiki? Entahlah. Mungkin sudah waktunya kamu meninggalkan Yogyakarta selamanya dan diam di Bekasi selamanya.
Laki-laki pemalu bertaruh pada nasib. Benci dan Dendam berebut tempat di dalam kepalanya. Entah siapa yang mau kalah dan entah apa yang didapatkan si pemenang.
***
Bagi mereka nafsu adalah kunci sukses.
Bagi mereka uang adalah tanda hidup sudah benar.
Bagi mereka hidup tanpa warna adalah kenyamanan.
Bagi mereka hidup adalah tentang menang dan kalah.
Bagi mereka orang-orang tidak beruntung adalah contoh dan objek untuk bersyukur.
Bagi mereka cinta adalah tentang kestabilan.
Bagi mereka bahasa adalah bentuk kemajuan intelektual.
Tetapi bagi kita berdua semua yang tercipta di dalam dunia hanyalah kesemuan dan kehampaan tanpa batas yang bisa hilang kapan saja. Intepretasi terhadap narasi kehidupan kita ubah sesuai dengan apa yang kita mau dan kita butuhkan. Terkadang saya selalu lupa bahwa salah satu cara untuk menikmati hidup adalah dengan tidak peduli terhadap berbagai hal remeh temeh yang ditawarkan oleh masyarakat pada umumnya. Kita berdua? Ora umum! Mereka mengejar kesempurnaan palsu yang sangat jamak beredar di masyarakat sementara kita sibuk berdansa di atas pecahan-pecahan kaca. Nikmati sakit dan ketidaknyamanan sampai kita sadar bahwa kenikmatan abadi adalah sebuah perjalanan dan bukan tujuan.
Saya ingin juga mengucapkan "SELAMAT DATANG!" kepada dirimu yang sudah secara sadar dan penuh cinta masuk ke dalam duniaku yang ajaib. Mari kita nikmati lara ini sambil membunuh kepahitan di masa lalu. Karena suatu hari ini saya yakin ketika kita berdua saling berucap janji abadi untuk selamanya semua hal-hal gila yang sudah kita lewati hanya akan menjadi penghantar tawa dan tidur kita berdua.
Hai kamu makhluk manis yang tiba-tiba datang dalam hidupku,
Terima kasih! Saya sedang menikmati cinta yang lahir dari kemajuan teknologi dan sedang melakukan kalibrasi ulang di dalam otak saya. Selamat menikmati! Mari berjuang kembali dan bersama-sama belajar untuk sebuah kehidupan yang tidak akan pernah pasti. Karena kita tahu kepastian hanyalah milik TPU dan kantor pajak.
Saya cinta padamu.