,

Jebakan Globalitas

March 30, 2010 Samuel Yudhistira
Postingan kali ini bener" srius dan moga-moga ajah isinya juga berguna.

Karena gw merasa masyarakat Indonesia tuhh kaya "Kura-kura dalam tempurung" sehingga kita tuhh sama sekali gak mau menengok ke luar sama sekali dan bertahan dengan standar kita yang sebenarnya bisa dibilang kurang memenuhi tuntutan global.


Ok, sepanjang penglihatan gw melalui orang-orang yang berada di sekitar gw. Gw menganggap cara berpikir rata-rata orang di Indonesia belum memiliki sikap pluralitas dan masih memandang perbedaan secara tebal. Artinya belum ada sikap abu-abu/netral di kalangan masyarakat kita yang menunjukkan kepada kita bertapa perbedaan di antara masyarakat kita itu sangat rawan untuk dapat dijadikan alasan konflik.

Seperti yang kita tahu, masyarakat kita mengenal SARA (Suku,Agama,Ras,etc) dan penanaman Pancasila mengenai Bhinneka Tunggal Ika yang selama ini dipakai oleh para pendahulu kita untuk menghilangkan atau setidaknya mengurangi perasaan perbedaan tersebut di antara masyarakat kita.

Tapi kenyataannya??

Kita semua hanya mengucapkan sebuah "SUMPAH" persatuan penuh kepalsuan.Artinya slogan-slogan persatuan yang selama ini dikumandangkan hanya sekedar status atau formalitas semata sedangkan kenyataan yang terjadi di masyrakat...

Mengapa hal ini bisa terjadi?

Apakah ini suatu paham-paham primordialisme berlebihan?? Apakah selama ini suku,agama,atau ras yang kita punya jauh lebih baik daripada yang orang lain miliki??

Ingat, kita ini Indonesia! NKRI itu harga mati! Mengapa pada masa di mana masyrakat seharusnya memiliki cara berpikir "ekstra" maju justru semakin mudah diintervensi dengan pandangan fanatisme suku atau bahkan agama secara berlebihan melalui pihak ketiga yang justru semakin semakin mempekuat pandangan sempit terhadap budaya mereka.

Anehnya, di mana banyak bangsa di dunia semakin memahami pentingnya pluralisme demi kemajuan bersama justru gw melihat masyarakat kita berpikir semakin statis dan sempit dengan nilai-nilai yang mereka miliki.

Padahal, para pendiri bangsa ini sudah berpikir sedemikian jauh untuk dapat mempersatukan suatu bangsa dengan ratusan suku yang berbeda,ras,dan agama yang berbeda. Tetapi sekarang justru nampaknya kita malah menanggalkan semua itu dan kembali ke cara yang tradisional, yaitu hanya memikirkan kepentingan kelompok kita sendiri.

Kita sebagai generasi penerus harus berpikir secara global dan kritis. Bukan berarti kita harus meninggalkan adat budaya atau nilai-nilai rohani kita tetapi kita harus dapat memahami dengan penuh tenggang rasa demi kemajuan bersama.

Globalisme bukanlah hal yang jahat selama kita dapat memahami dengan hati nurani dan mengaplikasikan hal tersebut demi kepentingan seluruh masyarakat kita!