Abrasi

December 21, 2016 Samuel Yudhistira

Pantai.
Tempat buat santai.

Gue inget waktu gue ke Parangtritis gue langsung berasa ada di scene pembuka film "Saving Private Ryan" dikarenakan kondisi pasir yang menghitam penuh minyak dan aroma yang kurang sedap karena ceceran kotoran kuda. Mungkin bedanya gaada suara senapan mesin,bom,teriakan mereka yang tertembak dan bau darah.

Tapi gue sungguh takjub melihat ombak yang besar menghantam bibir pantai tanpa ampun. Kayanya si ombak juga nampak penasaran lalu berusaha menyeret semua pasir di pantai tenggelam ke dasar lautan.

Pantai... gue selalu mengaku gasuka pantai. Beberapa tahun lalu gue ke Bali bersama keluaga dan setiap kali main ke pantai gue menolak untuk terjun berenang bersama yang lainnya. Bahkan outfit gue sangat tidak "pantai" yaitu dengan celana jeans biru yang robek di bagian lutut,kaos, dan sepatu converse lebih mirip kaya orang mau dateng ke gig dibanding liburan ke pantai. Kerjaan gue cuman duduk,merokok,dan melihat ombak menghantam pantai tanpa ampun.

Kalo lo jalan darat dari Jawa tengah menuju ke Jawa Timur lewat Pantura lo bakal ngelewatin jalanan dengan gugusan pantai di sebelah kiri (kalo gak salah!) dan ombaknya luar biasa gede buat gue. Gue takjub sama kekuatan ombak menghantam pantai meninggalkan buih dan kembali ke lautan. 

Gue cuma suka melihat ombak.

Waktu nonton "Chasing Mavericks" akhirnya gue nemu film yang bisa menggambarkan kecintaan gue sama gelombang. Walau gue bukan surfer sih, hehe.

Pikiran kita juga nampak seperti pantai yang dihantam ombak terus menerus hingga abrasi karena tidak ada "mangrove" yang mampu melindungi pikiran sehingga akhirnya turut larut ke dasar lautan. Untuk mereka yang beruntung dan menanam mangrove sedari dini ombak-ombak tersebut tidak akan menjadi suatu masalah besar. Bahkan hanya nampak seperti sedang mengajak daratan untuk bermain dengan gembira.

Abrasi pikiran yang membuat orang-orang menjadi jauh,kehilangan arah,tidak terprediksi,dan sulit dimengerti. Seperti pantai yang mengalami abrasi dan akhirnya hilang terganti dengan luapan air laut. 

Yang tersisa hanyalah kenangan tentang pantai indah tempat orang-orang berkumpul tertawa lepas,bermain air,menikmati waktu,menunggu senja,saling mencinta,menyepi,dan terduduk lelah dengan wajah senang diterpa angin laut.

, , , , , , , ,

Belle and Sebastian - Tigermilk (1996)

December 09, 2016 Samuel Yudhistira




Album debut dari salah satu band favorit gue: Belle and Sebastian. Direkam cepat dan efisien di Glasgow tahun 1996, album ini menjadi tonggak awal sensasi indie-pop ala mereka. Tidak terasa sudah 20 tahun yang lalu yah. Dan sampai sekarang gue masih mendengarkan album ini. Fyuuh, twenty years and still kicking my ears.


Cover albumnya jujur agak sedikit nyeleneh dengan menampilkan model yang topless dan berpose seperti sedang menyusui boneka anak harimau (atawa macan). Album ini termasuk langka karena hanya dicetak seribu kopi aja dan baru dirilis kembali tahun 1999. Okeh, yang gue punya itu CD yang rilisan ulang tahun '99.

Banyak yang punya komentar macam-macam tentang album ini, banyak yang bilang album ini diawali dan diakhiri dengan track-track yang canggih tapi in between banyak lagu-lagu shitty sangat.

Ya kalo jujur sih gue agak terganggu dengan track "Electronic Renaissance" entah kenapa. Untuk tema masih seputar apa yang bisa dilihat dan dirasakan sama orang-orang "biasa" pada umumnya. Ini yang jadi kekuatan Stuart Murdoch sebagai frontman dan penulis sebagian besar lagu di band ini. Dia membuat hal-hal yang umum menjadi sesuatu yang exclusive.

Tigermilk itu berasa kaya ajang pemanasan sebelum memasuki album mereka berikutnya yang sangat-sangat canggih "If You're Feeling Sinister" dirilis dua tahun setelah album ini.

The State I Am In

Salah satu lagu terbaik yang ada di album ini dan juga menjadi salah satu karya terbaik Belle and Sebastian. Liriknya kuat,musiknya benar-benar menggambarkan fondasi musik dari Belle and Sebastian. 

I gave myself to sin
And I've been been there and back again
I gave myself to providence
The State That I Am In
Expectations

Lagu favorit gue di album ini. It's like a conversation. Musiknya sungguh menyenangkan dengan tambahan suara trumpet menambah kesan menyenangkan walau liriknya justru menggambarkan situasi sebaliknya. 

And the head said that you were always were a
queer one from the start
For careers you say you want to be remembered 
for your art
Your obsessions get you known throughout the school
for being strange
Making lifesize models of the Velvet Underground in clay

She's Losing It

Lagu ini bercerita tentang Lisa yang mengalami semacam abuse dalam kehidupannya. Lagu ini bercerita tentang keseharian Lisa setelah kejadian buruknya itu. Bagaimana dia memandang berbagai hal dengan penuh rasa skeptis sampai dia bertemu dengan Chelsea, seoarang gadis yang mengalami hal serupa. Mereka merasa senasib dan mulai menjalin hubungan tidak biasa antara perempuan dan perempuan.

You're Just A Baby

Lagu tipikal indie rock 90-an. Jika dibandingkan dengan album-album Belle and Sebastian yang nantinya akan datang memang bisa dibilang lagu-lagu di album ini terkesan lebih "ringan" dan tidak memiliki kesan "dark" nantinya akan muncul di album-album mereka selanjutnya. I don't really dig this song tapi nada dan riff gitar di awalnya lumayan mengena di telinga.

Electronic Renaissance

Di awal gue bilang kalo gue sangat annoyed dengan lagu yang satu ini. Aneh aja tiba-tiba mendengar nada elektronik di tengah jangle-jangle ala indie pop. I must say that I don't really like this song.

I Could Be Dreaming

Riff dengan efek-efek delay/tremolo mengawali lagu berdurasi hampir 6 menit ini. Jujur aja lagu ini rada ngebosenin. But still, I like it. Lagu ini kaya lamunan seseorang di mana orang itu saban hari mengalami hal yang begitu-begitu aja. 

If you had such a dream
Would you get up dan do the things
you've been dreaming

We Rule The School

Nah, kembali lagi Stuart Murdoch menulis lagu dari sudut pandang orang yang terpinggirkan dan termarjinalkan di lingkungan sekolah. I love it. Menurut gue lagu ini kaya semacam ajakan untuk berbuat sesuatu hebat tanpa harus berpikir menjadi seorang yang "hebat" dan dipandang di lingkungan.

Call me a prophet if you like
It's no secret
You know the world is made for men....
Not us

My Wandering Days Are Over

Ahh I love this song! Gue mendengarkan lagu ini terus-menerus waktu jaman depresi berat gue. And yeah it made me feel better that day. Lagu tentang seseorang yang bertemu dengan orang yang akhirnya menjadi sahabat atas dasar persamaan visi dan nasib. And yeah, this was my song. :D


I said "My one man band is over"
I hit the drum for the final time and I walked away
I saw you in Japanese restaurant
You were doing it for businessmen on the piano, Belle
You said it was a living hell
You said that it was hell

I Don't Love Anyone

Kembali ke jalur yang menurut gue sangat mereka. Lagu ini tentang seseorang yang benar-benar skeptis dengan semua hal dan selalu merasa dia gak pernah suka dengan apapun yang ada di dunia. Memilih untuk sendirian ketika semua orang sedang bersama-sama. Yeah, lagu ini tentang kesendirian memang.

But if there's one thing that I learned when I 
was a child
It's to take hiding
Yeah, if there's one that I learned when I 
was still at school
It's to be alone

Mary Jo

Lagu penutup yang powerful kalo menurut gue. This song is typically theirs.Dibuat mengalir seperti sebuah cerita yang dinyanyikan. Gue suka gaya musik mereka yang seperti ini. Ahh, I love this song. Sebuah lagu yang sempurna menutup album yang menjadi awal dari ledakan mereka.

Mary Jo, no one can guess
What you've been through
Now you've got love to burn


Album ini memang dianggap tidak sekuat album-album mereka yang lain. But still it is worth to hear. Dan jelas Belle and Sebastian memulai langkah mereka dari album ini. I love this album, it's still a great album.

Life is never dull in your dreams
A sorry tale of action and the men you left Women,
and the men you
left for intrigue,
and the men you left for dead.

picture source: https://en.wikipedia.org/wiki/Tigermilk

Surat Darinya Untuk Diriku

December 06, 2016 Samuel Yudhistira
Dear Sam,

First, know that knowing you for the past few weeks has taught me the importance of staying honest and learning to be more outspoken. You express yourself freely, and I want to be able to do the same. I tried to be open during my time with him, but I guess the way he keeps most things to himself has turned me a bit more and more reserved each day without I even realized it. I have been suppressing myself from expressing my true emotions and thoughts, so that me and him won't have to argue about our clashing values every so often.

Now, those days are over. Or at least, I am trying my best to make it so. Please keep that in mind, because now I'd like to state what's been bugging me since last night. Like I said, I don’t want to give you less than the truth. You have given me new points of view, and this is my way of learning to apply it to my current circumstances.

Samuel, I don’t think it's fair for you alone to apologize for last night, because as much as you initiated it, I didn’t exactly stop you either. In fact, I think I have been enjoying too much of your care and attention, when at the same time I haven't actually given you any kind of certainty about our relationship. And it is simply not a fair trade. No excuse, period. Therefore, it's only logical if I take turn on asking you for an apology.

Here is another thing you need to know about me: I am a huge sucker for physical touch. Perhaps that should explain why I spontaneously touch your hand or pat you in the back when I sensed that you need some kind of encouragement. That’s what comforts me, and that’s how I usually comfort others. So when you hugged me and kissed my forehead that first time, as much as I questioned myself "Is it okay to do this so soon?" I also couldn’t help but craving for more.

Last night, the boundaries got even more blurry. One thing led to another and, voila, we kissed. I was a bit undecided at that time, but still, I gave in to the spur of the moment. Little that I know that I'll grow more and more uneasy that night, and even more the morning after.

I spent this whole morning contemplating about it. And I think I've found the answer to why I feel this way.

I do like you, and I love being around you. But my feelings to you haven't grown that deep. And I feel guilty for letting the both of us drowned in the heat. To me, this whole thing has been moving too fast and I don’t feel right to lead you into thinking that our path together is definite.

Being with you brings me back to the field; the one real game I've been unfamiliar with, having spent my days settled in uncertainties. I used to throw away my care about the future. But now with you, I need to set my eyes straight. I'm not fooling around anymore. Which is why, I want to get this right. I don’t want to rush into decisions. I don’t want to jump into anything, when I haven't been exactly certain with myself.

If you want to make this work with me, let me take my time on knowing you better. Let me show you my real self first before you decide to take this to another step. Let us test ourselves, is this a real feeling, or is it just a temporary passion? Do you really fall for me, or your ideas of me? Is that really you I want, or simply your affection?
So, what do you say?


Sincerely yours


Dirinya


*Surat ini ditemukan terpajang di kaca dunia tempat ironi menertawakan kita. Wahai tokoh yang datang mendadak, jangan terlalu lama larut dalam keterkejutan tapi saya harap anda mulai terbiasa dengan kejutan-kejutan lainnya. Kotamu begitu indah dan biarlah dia tetap menjadi indah*