Kehalusan adalah sebuah keharusan. Di dunia yang serba tidak pasti ini manusia akan selalu menuntut untuk menjadi yang terbaik, tercantik, terdepan, ter ter ter ter ter. Hingga mereka lupa bahwa batasan bawah dan atas kehidupan adalah sangat abstrak. Kamu bilang A terbaik, saya bilang B terbaik, sedangkan mereka merasa C jauh lebih baik dari semuanya. Akan ada satu masa ketika engkau akan bosan meracau dan memilih untuk mengecilkan volume suaramu lalu tunduk pada perubahan yang tidak pernah kau kehendaki adanya.
Terkadang kau merasa sangat nyaman ketika kau menjejakkan kakimu di tanah di mana engkau banyak menghabiskan waktumu dengan orang-orang yang hanya hidup untuk hari ini. Ketika tanah tersebut kehilangan merahnya digantikkan oleh kecantikan hasil penuh ego dari mereka yang begitu punya kuasa kau pun merasa asing bahkan jijik ketika kau berdiri diterpa angin panas kota Jakarta.
Kadang kita juga heran mendengar kisahmu diperbudak kenyamanan penuh kepalsuan. Manusia memang sudah selayaknya punya selera tinggi bahkan dalam kejijikan. Ketika semua kau terkam tanpa pertimbangan jelas, maka sudah tentu debu tanah pun masuk merongrong kerongkonganmu yang menjerit minta air. Mau sampai kapan diperbudak kenyamanan palsu? Mengapa sih ada saja manusia-manusia yang senang memelihara kebodohan bahkan ketika raganya sudah babak belur dihajar nasib?
Dramaturgi tentang kehidupan menjadi satu-satunya alasan semua orang melarikan dirinya dari dirimu. Serendah itulah mereka yang bicara cinta tanpa sadar tentang derita. Begitulah kelakukan orang yang bicara tentang tragedi tanpa pernah mersakan tragedi itu terjadi di dalam kepalanya dan di depan matanya sendiri.